Bermuara dari Aplikasi
Zoom dianggap merupakan tempat yang sempurna untuk gejala BDD karena apa yang kita lihat di layar bukanlah representasi akurat dari penampilan kita. Ukuran lensa dan jarak subjek, menjadi pertimbangan krusial dalam fotografi.
Hal ini kemudian secara dramatis memengaruhi bagaimana permasalahan ini muncul. Wajah pada platform konferensi video paling sering diambil pada lensa kecil dari dekat.
"Kami menemukan bukti, kamera depan pada perangkat, seperti laptop dan ponsel, sebenarnya lebih mengubah proporsi wajah daripada kamera kelas profesional," ungkap dokter kulit bersertifikat Arianne "Shadi" Kourosh.
Selain Zoom dysmorphia, ada pula fenomena Snapchat dysmorphia. Ini adalah ketika orang sangat terpaku pada penampilan mereka di filter foto aplikasi, sehingga mencari operasi plastik. Salah satu makalah jurnal medis yang diterbitkan pada 2018 mengaitkan Snapchat dysmorphia dengan BDD, dan Kourosh mengatakan, beberapa kasus Snapchat dysmorphia sangat mendalam, sehingga orang-orang mencari perubahan yang tidak dapat diselesaikan dengan operasi plastik.
Dengan maraknya filter media sosial dan platform konferensi video yang memiliki fitur "penyempurnaan" wajah, Kourosh mengamati, orang-orang akan semakin kehilangan gambaran tentang seperti apa proporsi estetika normal wajah yang sebenarnya.
Di Nubian Medical Aesthetics di Afrika Selatan, Dr Zama Tladi, menjelaskan, ketika klien membuat permintaan yang tampaknya berasal dari BDD, ia akan meminta mereka menemui spesialis kesehatan mental terlebih dahulu. "Saya tidak dapat memperbaiki sesuatu yang bahkan tidak dapat saya lihat dengan mata saya," ujarnya.