REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) menyatakan siap menghentikan penawaran konten premium layanan pesan singkat (SMS) broadcast, pop-screen, voice broadcast untuk menyelesaikan permasalahan soal penyedotan pulsa pelanggan seluler.
"Terhitung 18 Oktober 2011, ATSI akan menghentikan promosi layanan premium sampai dengan batas waktu yang ditentukan kemudian oleh regulator," kata Ketua Umum ATSI Sarwoto Atmosutarno, saat konferensi pers 9 operator telekomunikasi di Jakarta, Senin.
Menurut Sarwoto, komitmen menghentikan promosi layanan premium didasarkan pada Surat Edaran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) No. 177 Tahun 2011 tertanggal 14 Oktober 2011 kepada seluruh operator layanan telekomunikasi.
Kasus pencurian pulsa pelanggan belakangan menjadi pokok pemberitaan media massa karena banyaknya laporan dari konsumen yang mengaku pulsa berkurang secara tiba-tiba tanpa melakukan aktivasi berlanggan layanan seluler tertentu.
Terkait kasus tersebut DPR pada 10 Oktober 2011 memanggil Menkominfo Tifatul Sembiring, BRTI, petinggi operator telekomunikasi dan termasuk penyedia konten (content provider).
Menurut Sarwoto yang juga Direktur Utama PT Telkomsel ini, operator juga diwajibkan membuka nomor yang dapat diakses konsumen untuk menghentikan layanan atau unreg layanan, selain juga menyiapkan "call center" sehingga memudahkan pelanggan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
"Prosedur berlangganan terus dievaluasi agar bagaimana konsumen dapat dengan mudah berhenti berlangganan semudah ketika si pelanggan mendaftar layanan tertentu," tegasnya.
Ia mengakui saat ini ATSI telah mengidentifikasi bahwa dari sekitar 400 mitra CP baik berasal dari dalam negeri maupun konten asing, sebanyak 60 CP bermasalah atau disebut "nakal".
"Kita (operator) juga berkomitmen meninjau kembali kerja sama dengan CP, mengawasi dan menyempurnakan sistem konten layanan," tegasnya.
Sejauh ini anggota ATSI sangat responsif, terbukti dari catatan BRTI bahwa lebih dari 90 persen keluhan yang masuk sudah ditangani dengan baik. "Sebanyak 60 CP nakal ini sudah di 'black list' dan operator diminta tidak lagi berbisnis dengan CP bermasalah itu," ujarnya.
Meski begitu ATSI sejauh ini belum mau mengumumkan nama-nama 60 perusahaan yang dimaksud. Terkait ganti rugi kepada konsumen yang menjadi korban pencurian pulsa, ATSI terus menindaklanjuti setiap laporan masyarakat, dan mengimbau operator melakukan restitusi (pengembalian) kepada pelanggan sesuai dengan mekanisme pada masing-masing operator.
Untuk itu ATSI meminta seluruh operator melakukan sosialisasi komitmen-komtmen tersebut melalui iklan bersama maupun sendiri-sendiri terkait langkah-langkah edukasi untuk masyarakat dalam mendapatkan hak-hak konsumen.
Pada kesempatan itu, Sarwoto menuturkan bahwa operator berkomitmen untuk menyelesaikan masalah penyedotan pulsa tersebut. "Industri telekomunikasi dibangun dengan niat baik bagi bangsa ini. Tidak ada niat sedikitpun dari seluruh anggota kami menjalankan praktek usaha yang tidak beretika sehingga terjadi keresahan dan kerugian masyarakat," ujarnya. Seluruh operator tentu sangat berkepentingan dalam melindungi pelanggan maupun industri.