REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Maraknya kasus yang mengancam dan mengganggu sarana serta prasarana telekomunikasi membuat para pelaku bisnis tersebut menggandeng kepolisian.
Data dari penyelenggara telekomunikasi dan penyedia menara, menyebutkan bahwa pada tahun 2013, sekitar 8.000 kasus ancaman, hambatan dan gangguan terhadap sarana dan prasarana telekomunikasi di wilayah Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi.
“Kerjasama dengan Polri ini terutama untuk mendapatkan jaminan keamanan dari berbagai kemungkinan terjadinya tindak kejahatan dan sabotase. Infrastruktur telekomunikasi itu sebenarnya masuk kategori obyek vital,” terang Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alexander Rusli, Kamis (28/5).
Maka, ATSI dan Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (ASPIMTEL) pun harus menjamin infrastruktur dan perangkat mereka tidak akan tergganggu. Apalagi, tingginya jumlah gangguan terhadap sarana dan prasarana telekomunikasi tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung telah berdampak negatif terhadap kinerja penyelenggaraan telekomunikasi.
“Bentuk gangguannya berupa blank spot, putusnya hubungan, dan menurunnya kualitas layanan,” cetus Alex.
Kesepakatan Bersama tentang Pengamanan Sarana Prasarana dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia dan Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana pun diteken bersama ketiga pihak tadi.
Selanjutnya, nota kesepahaman tersebut akan disosialisasikan kepada seluruh jajaran operator telekomunikasi dan Polri guna memastikan kelancaran pemenuhan hak dan kewajiban para pihak tersebut.
“Nota kesepahaman tersebut akan menjadi payung hukum dalam rangka perlindungan infrastruktur sarana dan prasarana telekomunikasi yang dimiliki dan dikelola oleh para operator,”tegas Alex.