Jumat 08 Dec 2023 13:06 WIB

Sempat Gagal, Jepang Ungkap Rencana Pendaratan Mendarat di Bulan Berikutnya

Pendaratan pertama Jepang di bulan akan dilakukan pada dini hari.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Natalia Endah Hapsari
 Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA) mengumumkan pada 5 Desember bahwa wahana robotiknya Smart Lander for Investigating Moon (SLIM) dijadwalkan akan diluncurkan pada 20 Januari 2024./ilustrasi
Foto: EPA-EFE/JIJI PRESS JAPAN
Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA) mengumumkan pada 5 Desember bahwa wahana robotiknya Smart Lander for Investigating Moon (SLIM) dijadwalkan akan diluncurkan pada 20 Januari 2024./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA) mengumumkan pada 5 Desember bahwa wahana robotiknya “Smart Lander for Investigating Moon (SLIM)” dijadwalkan akan diluncurkan pada 20 Januari 2024. Pendaratan pertama Jepang di bulan dilakukan pada dini hari. 

Sebelumnya awal tahun ini, rencana ambisius Jepang untuk melakukan pendaratan pertama di bulan mengalami kemunduran ketika perusahaan luar angkasa swasta, ispace, kehilangan kontak dengan pesawat ruang angkasanya, HAKUTO-R Mission 1 (M1), beberapa saat sebelum rencana pendaratan.

Baca Juga

Dilansir Gizchina, Jumat (8/12/2023), misi tersebut, yang dirancang sebagai pendaratan komersial pertama di bulan, bertujuan untuk mengumpulkan gambar dan data guna menginformasikan upaya eksplorasi bulan Jepang di masa depan. Kegagalan ini merupakan pukulan telak bagi Jepang, yang telah menetapkan tujuan mengirim astronaut ke bulan pada akhir tahun 2020-an. Meskipun mengalami kemunduran, negara ini tetap berkomitmen untuk eksplorasi bulan, dan rencana untuk misi masa depan sudah dalam tahap pengerjaan. 

Pesawat HAKUTO-R Mission 1 (M1) dirancang oleh perusahaan Jepang ispace dan diluncurkan di atas roket SpaceX Falcon 9. Pesawat luar angkasa itu dilengkapi dengan penjelajah bulan mini yang dimaksudkan untuk meluncur melintasi permukaan bulan dan mengumpulkan data berharga. Muatan lain yang ada di dalam pesawat pendarat ini termasuk baterai solid-state, komputer penerbangan bertenaga kecerdasan buatan, dan kamera 360 derajat. 

Misi tersebut juga bertujuan untuk mengambil bagian dalam program NASA untuk mengklaim dan mengalihkan kepemilikan regolith bulan. 

Sekitar satu jam sebelum rencana pendaratan, M1 setinggi 2,3 meter memulai fase pendaratannya, secara bertahap memperketat orbitnya mengelilingi bulan dari 62 mil di atas permukaan menjadi sekitar 15 mil. Namun, misi tersebut mengalami kesulitan, dan pesawat ruang angkasa tersebut jatuh saat mencoba mendarat. Pengendali penerbangan kehilangan kontak dengannya beberapa saat sebelum rencana pendaratan.

Chief Technology Officer Ryo Ujiie menjelaskan alasan kegagalan pendaratan pada konferensi pers. “Tampaknya ia jatuh bebas ke permukaan karena kehabisan bahan bakar untuk menyalakan mesin pendorongnya,” ujar Ujiie. 

Kegagalan Misi HAKUTO-R 1 (M1) merupakan kemunduran signifikan bagi upaya eksplorasi bulan Jepang. Negara ini telah menetapkan tujuan pengiriman astronaut ke bulan pada akhir tahun 2020-an, dan keberhasilan misi tersebut akan menjadi tonggak penting dalam mencapai tujuan ini. Meskipun mengalami kemunduran, Jepang tetap berkomitmen untuk melakukan eksplorasi bulan, dan rencana untuk misi masa depan sudah mulai dikerjakan. 

Juru bicara pemerintah, Hirokazu Matsuno, mengungkapkan tekad negaranya untuk melanjutkan upaya eksplorasi bulan, dengan menyatakan bahwa meskipun sedih karena misi tersebut tidak berhasil Jepang ingin ispace “terus berusaha” karena upayanya signifikan bagi pembangunan negaranya. 

Kegagalan misi ini juga menyoroti tantangan eksplorasi ruang angkasa, dengan pendaratan di benda langit menjadi sangat sulit. Ketika CEO ispace Takeshi Hakamada berjanji untuk mencoba lagi, jelas bahwa ambisi eksplorasi bulan Jepang tetap tidak terpengaruh oleh kemunduran tersebut. 

Kegagalan HAKUTO-R Misi 1 (M1) merupakan pengingat akan kesulitan dan risiko yang terkait dengan eksplorasi ruang angkasa. Meski mengalami kemunduran, komitmen Jepang terhadap eksplorasi bulan tetap kuat. Pembelajaran dari misi yang gagal ini akan sangat berharga dalam menginformasikan upaya eksplorasi bulan di masa depan, dan pengalaman Jepang akan berkontribusi pada pengetahuan kolektif tentang upaya umat manusia di luar angkasa.

Jepang tidak membiarkan kegagalan HAKUTO-R Mission 1 (M1) menghentikan rencananya. Rencananya, wahana tersebut akan memasuki orbit pada 25 Desember. Pesawat ini akan mulai turun sekitar tengah malam pada 20 Januari tahun depan, dan mendarat sekitar 20 menit kemudian. 

Detektor SLIM memiliki panjang 2,7 meter dan diluncurkan pada 6 September dengan roket H-2A Jepang. Detektor disertai dengan teleskop luar angkasa sinar-X yang disebut XRISM. XRISM telah berhasil dikerahkan ke orbit rendah Bumi, sementara SLIM telah memulai perjalanannya ke bulan. Jika SLIM berhasil mendarat, Jepang akan menjadi negara kelima yang mendaratkan wahana Antariksa di bulan. 

Negara lain yang berhasil melakukan hal ini adalah Uni Soviet, Amerika Serikat, Cina, dan India. Pendaratan ini juga dapat membuka pintu bagi misi eksplorasi yang lebih ambisius oleh Jepang di masa depan. 

Eksekutif JAXA mengatakan SLIM bertujuan untuk mencapai pendaratan yang tepat dengan kesalahan tidak lebih dari 100 meter. Ini akan menandai pendaratan presisi tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya pada benda gravitasi seperti bulan.

“Hasilnya diharapkan dapat berkontribusi pada program eksplorasi ruang angkasa internasional yang sedang dipelajari,” ujar Eksekutif JAXA. 

SLIM juga membawa dua wahana kecil yang akan dikerahkan ke permukaan bulan setelah mendarat. Kedua wahana tersebut akan mengambil foto lokasi pendaratan. 

Ini juga akan membantu tim SLIM memantau status SLIM, dan menyediakan sistem komunikasi independen untuk komunikasi langsung dengan Bumi. Kamera khusus yang terpasang pada bodi SLIM akan menganalisis mineral bulan “olivin”. JAXA mengatakan jika mereka menghadapi masalah pada upaya 20 Januari, maka mereka akan mencoba lagi pada bulan Februari. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement