Rabu 15 Jan 2020 05:28 WIB

Panas Laut Capai Rekor Tertinggi

Lautan menyerap lebih dari 90 persen panas yang terperangkap oleh gas rumah kaca.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Dwi Murdaningsih
Pemanasan global (ilustrasi)
Foto: www.ctv.ca
Pemanasan global (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MINNESOTA -- Panas di lautan dunia mencapai tingkat rekor baru pada 2019. Hasil tersebut menunjukkan pemanasan planet yang tidak bisa terbantahkan dan terjadi lebih cepat.

Lautan dunia adalah ukuran paling jelas dari keadaan darurat iklim. Lautan menyerap lebih dari 90 persen panas yang terperangkap oleh gas rumah kaca yang dipancarkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, perusakan hutan, dan aktivitas manusia lainnya.

"Dengan menggunakan lautan, kita melihat laju pemanasan planet Bumi yang berkelanjutan, tidak terputus dan semakin cepat. Ini berita buruk,"  kata salah satu analis di Universitas St Thomas Minnesota, Amerika Serikat, Prof John Abraham.

Analisis baru ini menunjukan lima tahun terakhir menjadi waktu terhangat yang tercatat di lautan. Sedangkan 10 tahun terakhir juga merupakan waktu teratas yang tercatat. Jumlah panas yang ditambahkan ke lautan setara dengan setiap orang di planet ini yang menjalankan 100 microwave oven sepanjang hari dan sepanjang malam.

Analisis yang diterbitkan dalam jurnal Advances In Atmospheric Sciences ini  menggunakan data lautan dari setiap sumber yang tersedia. Sebagian besar data berasal dari 3.800 mengapung di perairan bebas Argo yang tersebar di samudera, tetapi juga dari bathythermographs. 

Hasil yang didapat menunjukkan peningkatan panas pada laju percepatan ketika gas rumah kaca menumpuk di atmosfer. Laju dari 1987 hingga 2019 adalah empat setengah kali lebih cepat dari 1955 hingga 1986. Sebagian besar wilayah lautan menunjukkan peningkatan energi panas.

Lautan yang lebih panas menyebabkan badai yang lebih parah dan mengganggu siklus air. Artinya akan ada lebih banyak banjir, kekeringan dan kebakaran hutan, serta kenaikan permukaan laut yang tidak terhindarkan. Temperatur yang lebih tinggi juga membahayakan kehidupan di laut, dengan jumlah gelombang laut meningkat tajam.

"Ada aturan umum bahwa daerah yang lebih kering akan menjadi lebih kering dan daerah yang lebih basah akan menjadi lebih basah, dan curah hujan akan terjadi di daerah hujan yang lebih besar," kata Prof Abraham.

Lautan yang lebih panas juga mengembang dan melelehkan es, menyebabkan permukaan laut naik. Selama 10 tahun terakhir juga menunjukkan permukaan laut tertinggi yang diukur dalam catatan yang berasal dari tahun 1900. Para ilmuwan memperkirakan sekitar satu meter kenaikan permukaan laut pada akhir abad ini, cukup untuk menggusur 150 juta orang di seluruh dunia.

Analisis baru menilai panas di 2.000 meter teratas samudera, karena di situlah sebagian besar data dikumpulkan. Itu juga tempat sebagian besar panas terakumulasi dan di mana sebagian besar kehidupan laut hidup.

Metode analisis dikembangkan oleh para peneliti di Akademi Ilmu Pengetahuan China di Beijing. Mereka menggunakan metode statistik untuk menginterpolasi tingkat panas di beberapa tempat yang tidak ada data, seperti di bawah lapisan es Kutub Utara. Analisis independen terhadap data yang sama oleh Badan Oseanografi dan Atmosfer Nasional AS menunjukkan tren panas yang meningkat juga sama.

"Data yang kami miliki tidak dapat disangkal, tetapi kami masih memiliki harapan karena manusia masih dapat mengambil tindakan. Kami belum mengambil tindakan yang berarti," kata Prof Abraham.

Dan Smale dari Asosiasi Biologi Kelautan di Inggris yang bukan bagian dari tim analisis menyatakan metode yang digunakan cukup canggih. Data yang digunakan pun merupakan terbaik yang tersedia.

"Bagi saya, pesan yang bisa dibawa pulang adalah bahwa kandungan panas dari lapisan atas lautan global, khususnya hingga kedalaman 300 meter, meningkat dengan cepat, dan akan terus meningkat ketika lautan menyedot lebih banyak panas dari atmosfer," ujarnya.

Smale menyatakan, lapisan atas laut sangat penting bagi keanekaragaman hayati dan itu mendukung beberapa ekosistem yang paling produktif dan kaya di Bumi. Namun, pemanasan sebesar itu akan secara dramatis berdampak pada kehidupan laut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement