Senin 28 Jun 2021 12:48 WIB

Stres Akibat Udara Panas Ancam Produktivitas Tenaga Kerja

Cuaca panas memicu kelelahan.

Seorang pekerja menyelesaikan pemasangan dinding kaca bangunan salah satu hotel. ilustrasi
Foto:

Pekerja di Qatar meninggal akibat panas ekstrem

Kematian ribuan buruh migran yang bekerja di infrastruktur sepak bola Piala Dunia di Qatar selama satu dekade terakhir telah menjadi berita di halaman depan media. Banyak yang meninggal karena stres akibat panas.

Pekerja Nepal berusia 20-an dan 30-an di Qatar banyak yang meninggal akibat serangan jantung yang kemungkinan dipicu oleh stres tubuh akibat panas, menurut laporan tahun 2019 oleh para ahli kardiovaskular.

Setelah banyaknya kematian, otoritas di Qatar akhirnya menanggapi dengan undang-undang tentang bekerja di udara panas yang disahkan pada Mei lalu. Larangan bekerja di luar telah diperpanjang dari pukul 10 pagi hingga 15:30 sore mulai dari bulan Juni hingga September. Pekerja juga harus menghentikan aktivitas mereka jika suhu tempat kerja mencapai 32,1 derajat Celsius. 

Pada bulan Juni, larangan kerja tengah hari musim panas mulai berlaku di negara lain di Timur Tengah, termasuk di Kuwait, Oman, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Catherine Saget mengatakan ada "peningkatan kemauan politik" di seluruh dunia untuk menangani kesehatan dan keselamatan kerja para buruh akibat tekanan panas. Dia mengutip kebakaran pabrik tahun 2013 yang menewaskan lebih dari 1.000 pekerja di Rana Plaza di Bangladesh sebagai pemicu utama pergeseran untuk mulai memperbaiki kondisi pekerja.

Jam kerja lebih pendek, penghasilan kian rendah

Pekerja berpenghasilan rendah dan berketerampilan rendah yang sudah menderita akibat ketidaksetaraan ekonomi. Mereka juga harus menanggung beban terberat dari meningkatnya suhu di tempat kerja.

Dengan jam kerja yang lebih pendek, para buruh yang sudah miskin ini akan cenderung lebih miskin lagi. "Anda bekerja lebih sedikit, Anda menghasilkan lebih sedikit," kata Shouro Dasgupta, seorang peneliti di CMCC.

Memburuknya gizi dan kondisi malnutrisi di kalangan pekerja berpenghasilan rendah juga akan memperbesar dampak stres akibat panas. Menurut studi tahun 2020 yang ditulis bersama oleh Dasgupta, buruh petani di Uganda yang sudah mengalami rawan pangan karena perubahan iklim tidak akan dapat mengakses kalori ekstra yang dibutuhkan tubuh mereka untuk meregulasi suhu tubuh agar tetap dingin dan mempertahankan produktivitas di bawah tekanan panas.

Hal ini akan memperbesar kerugian akibat hilangnya produktivitas tenaga kerja karena kenaikan suhu, yang diperkirakan akan menyebabkan penurunan produktivitas ekonomi hingga sebesar 20 persen menjelang akhir abad ini.

Lingkaran setan macam ini kemungkinan terus terjadi di wilayah khatulistiwa. Apalagi sebagian besar negara di wilayah sub-Sahara Afrika dan Asia selatan tidak menawarkan perlindungan bagi para pekerjanya dari tekanan panas.

 

 

sumber: https://www.dw.com/id/stres-akibat-udara-panas-ancam-produktivitas-tenaga-kerja/a-58055605

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement