Jumat 27 Nov 2020 17:38 WIB

Risiko Kesehatan Mengintai Astronaut Saat di Luar Angkasa

Ruang angkasa mempengaruhi aliran darah ke otak

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Astronot Peggy Whitson bekerja di pesawat luar angkasa di luar Stasiun Luar Angkasa Internasional (ilustrasi).
Foto: AP
Astronot Peggy Whitson bekerja di pesawat luar angkasa di luar Stasiun Luar Angkasa Internasional (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Luar angkasa menjadi tempat yang masih tidak bersahabat bagi manusia. Meski teknologi telah dikembangkan untuk meluncurkan astronaut ke orbit dan kembali ke Bumi dengan selamat, banyak ilmuwan yang masih mencari tahu bagaimana perjalanan ke luar dari planet ini berdampak dalam jangka panjang.

Hal ini penting untuk diketahui, mengingat banyak misi luar angkasa yang telah direncanakan. Contohnya, NASA yang bersiap membawa manusia pertama ke Mars. Memastikan kesehatan dan keselamatan para astronaut di dalam penerbangan tersebut sangatlah penting.

Baca Juga

Dilansir Science Alert, salah satu dampak kesehatan yang diketahui terkait perjalanan ke luar angkasa berasal dari studi yang dilakukan astronot kembar, Scott dan Mark Kelly. Diketahui bahwa ruang angkasa mempengaruhi aliran darah ke otak, mengubah mikrobioma usus, serta meningkatkan peradangan, dan menyebabkan penglihatan kabur, tulang rapuh, dan pengecilan otot.

Studi yang melibatkan tikus dengan mensimulasikan penerbangan luar angkasa juga menunjukkan perjalanan ke luar angkasa membuat sistem kekebalan tubuh menjadi tua dan merusak otak.  Para ilmuwan telah menerbitkan hampir 30 makalah yang menyelidiki risiko kesehatan yang terkait hal ini.

Koleksi tersebut merupakan kumpulan data biologi ruang angkasa terbesar yang pernah dihasilkan. Ini menampilkan beberapa analisis pengamatan yang kuat dari lalat, cacing, tikus, dan astronaut.

Beberapa hasil menegaskan kembali apa yang telah diketahui tentang masalah kesehatan terkait perjalanan ke ruang angkasa. Sementara, penelitian lain memberikan wawasan baru, mengklarifikasi hasil sebelumnya, atau menemukan cara untuk meningkatkan eksperimen di masa mendatang.

"Meskipun kemajuan signifikan telah dibuat dalam dekade terakhir untuk memahami risiko kesehatan dari perjalanan ruang angkasa, penelitian tambahan diperlukan untuk memungkinkan eksplorasi ruang angkasa manusia yang lebih aman di luar orbit Bumi yang rendah, termasuk bulan, dan Mars,” ujar para peneliti dalam makalah ulasan tersebut.

Bahaya kesehatan dari perjalanan luar angkasa dimulai dengan gaya G yang dirasakan oleh astronaut saat lepas landas. Ini kemudian berlanjut dengan paparan radiasi luar angkasa yang berbahaya dan gaya berat mikro saat berada di luar angkasa.

Sebagai contoh, dalam perjalanan ke Mars, astronaut akan melampaui magnetosfer pelindung Bumi. Mereka juga terpapar radiasi kosmik selama rentang waktu signifikan yang diperlukan untuk menjelajah ke Planet Merah tersebut, hingga dapat kembali.

Bagi astronaut yang melayang dalam gravitasi rendah di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), waktu tinggal terlama astronaut sejauh ini adalah 437 hari. Jalan panjang masih harus dilalui untuk memahami risiko kesehatan dari penerbangan jarak jauh dan para ilmuwan perlu bekerja dengan data yang dimiliki saat ini.

Banyak studi yang diterbitkan  telah mengumpulkan atau menganalisis ulang data dari eksperimen sebelumnya yang tersedia bagi para peneliti melalui portal data akses terbuka seperti platform GeneLab NASA. Menggabungkan data seperti ini adalah cara untuk memperkuat analisis yang dihasilkan, kemudian memaksimalkan data yang dikumpulkan dari penerbangan luar angkasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement