Rabu 17 Jan 2018 03:27 WIB

Ilmuwan Temukan Saluran Irigasi di Jalur Sutera

Rep: Christiyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Dalam publikasi yang dimuat di jurnal Archaelogical Research in Asia, para arkeolog menangkap pola saluran irigasi melalui gambar satelit di barat laut kaki Gunung Tian Shan.
Foto: Archaelogical Research in Asia via live science.
Dalam publikasi yang dimuat di jurnal Archaelogical Research in Asia, para arkeolog menangkap pola saluran irigasi melalui gambar satelit di barat laut kaki Gunung Tian Shan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari 1.700 tahun lalu, para petani di Cina mengubah wajah bumi paling kering menjadi sebuah area pertanian. Sebuah studi arkeologi terbaru menyebut kemampuan bertani itu kemungkinan diperoleh dari para saudagar yang melintasi Jalur Sutra.

Dalam publikasi yang dimuat di jurnal Archaelogical Research in Asia, para arkeolog menangkap pola saluran irigasi melalui gambar satelit di barat laut kaki Gunung Tian Shan. Wilayah ini dikenal sebagai tempat yang kering dan berbatasan dengan Gurun Taklamakan.

 

Dilansir dari laman Live Science, lokasi tersebut dulunya merupakan rute pedagang menempuh Jalur Sutra yang menghubungkan Cina dengan negara barat. Di sana, ada area bernama Mohuchahangokou atau MGK yang menampilkan pemandangan gersang dan hamparan bebatuan. Namun citra satelit berkata lain.

 

Ilmuwan Temukan Fosil Pohon Berusia 280 Juta Tahun

 

Dari pandangan di ketinggian, terlihat adanya jalur di permukaan tanah yang saling terhubung. Dari ketinggian 30 meter, nampak adanya bekas waduk dan saluran irigasi yang menghidupi lahan pertanian ribuan tahun lalu.

 

Dari hasil ekskavasi, para ilmuwan memperkirakan sistem irigasi tersebut masih digunakan hingha abad ketiga atau keempat. Diramalkan terdapat sejumlah komoditas yang dibudidayakan seperti tanaman padi-padian, gandum, barley, dan bisa jadi ada pula anggur.

 

"Fakta ini sangat mengejutkan karena situs ini sebelumnya tidak pernah ditemukan oleh para ilmuwan. Padahal penelitian sudah dilakukan sejak 100 tahun lalu," kata seorang arkeolog dari Washington University, Yuqi Li.

 

Dengan membangun sistem irigasi yang bersumber dari air sungai, petani setempat sukses bercocok tanam pada masanya. Dengan curah hujan hanya kurang dari tiga inci per tahun di Taklamakan, temuan ini dapar dibilang mengagumkan. Wilayah ini lebih kering daripada Gurun Kalahari, Gurun Gobi, dan gurun di barat daya Amerika Serikat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement