REPUBLIKA.CO.ID, Untuk pertama kalinya, ilmuwan mengonfirmasi adanya potongan air es di permukaan komet. Konfirmasi ini diperoleh setelah para ilmuwan mempelajari komet 67P/Churyumov-Gerasimenko.
Komet ini unik. Pada tahun 2014, 67P/Chutyumov-Gerasimenko menjadi komet pertama yang mendarat di atas robot Philae, yang diluncurkan oleh pesawat luar angkasa Rosetta (misi gabungan sama Badan Antariksa Eropa dan AS).
Ilmuwan mengonfirmasi potongan air pada permukaan komet itu mungkin membentuk lapisan es kering yang melapisi inti komet. Penemuan ini menjadi jawaban atas misteri mengapa air teridentifikasi di tempat lain pada komet, kecuali di permukannya.
"Hal ini menarik karena kita mulai memahami bagaimana lapisan dinamis pada komet dan bagaimana mereka berevolusi," ujar Murthy Gudipati, dari NASA.
Dengan bantuan Philae dan pesawat luar angkasa Rosetta, ilmuwan sejak lama mengidentifikasi ada awan samar-samar di sekitar komet yang disebut Coma. Coma terdiri dari molekul air. Kedua pesawat ini menemukan cukup bukti yang menunjukkan bahwa air es adalah salah satu komponen utama dari inti komet, yang bersifat padat.
Namun, yang masih menjadi tanda tanya adalah meskipun ada bukti inti komet mengandung es, tidak pernah ada bukti adanya air es di permukaan komet.
Gudipati dan rekannya menjelaskan bagaimana mereka mengidentifikasi patahan air es di wilayah berdebu pada bagian inti komet yang disebut Imhoteb. Mereka melakukan ini dengan memanfaatkan pesawat ruang angkasa Rosetta untuk memancarkan sinar inframerah di permukaan komet. Setelah itu, para ilmuwan menganalisis pantulan yang dihasilkan dari sinar tersebut.
Menggunakan instrumen VirTis-M, mereka mengidentifikasi ada dua jenis air es di permukaan komet. Kedua jenis itu adalah air es berukuran milimeter berupa air es murni dan semacam batu es berukuran 50 mikrometer.
"Butir kecil yang berukuran mikrometer kemungkinan berkaitan dengan lapisan tipis es yang berbentuk pada saat komet berotasi Bagian ini menjauh dari matahari. Air es mengembun dari Coma ke inti komet. Selama itu pula (proses rotasi) air akan kembali ke Coma," ujar peneliti seperti dituliskan dalam jurnal Nature.
Asal muasal butir es yang lebih besar diduga lebih kompleks. Peneliti menduga ada proses penguapan setiap kali komet berada di dekat matahari kemudian mengembun kembali ke dalam ruang hampa kecil di bawah permukaan komet lalu kembali mendingin.
"Perlu didingat bahwa komet sangat berpori seperti permen kapas," kata dia.
Tim saat ini sedang menganalisis data yang dikumpulkan pada periode waktu untuk melihat baaimana es berperilaku ketika komet berada di dekat matahari seperti yang dialami komet ini pada pertengahan 2015.
baca juga:
Pesawat Tenaga Surya Ini Pecahkan Rekor Jarak Tempuh Terjauh