REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingar-bingar jam tangan pintar tengah menjangkiti masyarakat dunia setahun belakangan. Nama-nama seperti Pebble, Qualcomm Toq dan Samsung Galaxy Gear mulai mendorong perkembangan tren baru perangkat aksesoris tersebut dengan menghadirkan smartwatch buatan mereka.
Banyak yang mengkhawatirkan, pemain-pemain baru di pasar jam tangan ini bakal mengancam pamor jam tangan konvensional. Benarkah?
Produsen pembuat jam terbesar dunia, Swatch berpikir berbeda. Menurut mereka, tren ini tidak seharusnya dianggap sebagai sebuah ancaman, melainkan sebagai sebuah peluang.
Momen ini dianggap sebagai kesempatan untuk menjerat pengguna baru. Kehadiran smartwach justru diprediksi bakal mendorong peningkatan jumlah pengguna baru. Konsumen yang awalnya tidak tertarik menggunakan jam, akan tergerak untuk kemudian memakainya.
Di masa transisi itulah Swatch berupaya masuk. "Smartwatch adalah kesempatan bagi kita. Orang yang belum pernah memakai apapun di pergelangan tangannya mulai menggunakan smartwatch, kami dapat meyakinkan mereka untuk menggunakan jam tangan yang lebih indah," ujar CEO Swatch, Nick Hayek.
Swatch sebenarnya pernah memasarkan jam tangan dengan fitur canggih bernama Paparazzi. Jam yang dijual 10 tahun lalu itu mampu menampilkan harga saham, skor olahraga, horoskop dan berita menggunakan sinyal radio.
Paparazzi dihasilkan lewat kerja sama dengan Microsoft. "Kami memiliki semua pengetahuan, tapi kami tak ingin membuat stok dengan produk yang tidak ingin dibeli orang," tambahnya.