Kamis 16 Feb 2023 08:05 WIB

Cincin Planet Saturnus Memiliki Noda Misterius, Seperti Apa?

Noda misterius tersebut terekam dalam foto Teleskop Luar Angkasa Hubble yang baru.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Natalia Endah Hapsari
Noda pada cincin Planet Saturnus
Foto: NASA
Noda pada cincin Planet Saturnus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Cincin Planet Saturnus memiliki noda misterius yang terekam dalam foto Teleskop Luar Angkasa Hubble yang baru. Noda tersebut hanya muncul pada tahun-tahun sebelum dan sesudah ekuinoks di planet keenam dari matahari-sehingga secara efektif musim semi dan musim gugur di tahun Saturnus.

Ekuinoks adalah istilah yang biasa digunakan ketika kedudukan matahari tepat berada di garis khatulistiwa.

Baca Juga

Untuk Planet Saturnus, ekuinoks musim gugur untuk belahan utara Saturnus akan tiba pada 6 Mei 2025, tetapi tanda tersebut cenderung mulai muncul empat tahun sebelumnya. Itulah sebabnya Hubble sudah dapat melihat noda tersebut.

Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) ingin mengetahui mengapa mereka hanya muncul secara musim serta apa yang menyebabkan mereka menghilang dan muncul kembali pada waktu-waktu tertentu di tahun Saturnus.

Dilansir dari Daily Mail, Kamis (16/2/2023), Saturnus membutuhkan waktu 29 tahun untuk mengorbit, sementara setiap musimnya berlangsung sekitar tujuh tahun. Alasannya karena Saturnus lebih jauh dari matahari daripada Bumi.

“Berkat program OPAL (Outer Planet Atmospheres Legacy) Hubble, yang membangun arsip data planet tata surya luar, kami akan memiliki waktu lebih lama untuk mempelajari jari-jari Saturnus musim ini daripada sebelumnya,” kata ilmuwan planet Amy Simon dari NASA.

Data dari program OPAL inilah yang digunakan Simon dan timnya untuk mencari tanda-tanda munculnya jari-jari. Mereka melakukannya pada 2021. Kemudian, dalam data dari September lalu, para peneliti melacak jari-jari, memastikan bahwa ‘musim jari-jari’ benar-benar sedang berlangsung.

Ekuinoks terakhir Saturnus terjadi pada 2009, ketika pesawat ruang angkasa Cassini NASA masih mengorbit planet ini sebagai bagian dari pengintaian jarak dekat. Namun misi Cassini berakhir pada 2017, jadi Hubble melanjutkan pekerjaan memantau setiap perubahan di Saturnus dan planet luar lainnya.

“Terlepas dari pengamatan yang sangat baik selama bertahun-tahun oleh misi Cassini, awal dan durasi yang tepat dari musim bicara masih belum dapat diprediksi, seperti memprediksi badai pertama selama musim badai,” ujar Simon menambahkan.

Jari-jari cincin pertama kali diamati oleh dua wahana antariksa Voyager NASA, yang terbang melewati Saturnus pada 1980 dan 1981. Tetapi analisis lebih lanjut kemudian mengungkapkan lebih banyak keanehan. Yakni, mereka tidak selalu ada, tetapi juga bahwa mereka biasanya tampak gelap dari atas dan terang dari bawah.

Cassini tiba pada 2004 dan dengan relatif cepat mengungkapkan bahwa jari-jari tersebut tidak disebabkan oleh interaksi gravitasi dengan Saturnus, bulan-bulannya, atau bulan-bulan kecil yang membentuk cincin planet tersebut.

Setahun kemudian, pesawat ruang angkasa tersebut mengonfirmasi bahwa jari-jari tersebut kemungkinan besar terkait dengan medan magnet Saturnus. Ini memicu banyak teori tentang proses tersebut.

Salah satunya adalah partikel debu bermuatan, yang tersuspensi di atas dan di bawah cincin, berinteraksi dengan medan magnet planet, menyebabkan mereka terpisah dari bongkahan es di cincin dan melayang secara terpisah. Bisa juga angin matahari berinteraksi dengan medan magnet Saturnus untuk menciptakan lingkungan bermuatan listrik yang menyebabkan partikel debu saling menempel secara elektrostatis, sehingga membentuk tambalan yang lebih padat di cincin planet itu.

Tetapi tidak jelas apakah salah satu dari teori ini benar atau mengapa fenomena tersebut bersifat musiman, sehingga para ilmuwan berharap data Hubble selama beberapa tahun ke depan akan membantu mengungkap misteri tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement