REPUBLIKA.CO.ID, CAMBRIDGE -- Para ilmuwan telah menggunakan ganggang untuk menyalakan chip komputer berenergi rendah selama enam bulan. Para peneliti dari University of Cambridge menyegel koloni Cyanobacteria, umumnya dikenal sebagai ganggang biru-hijau, di dalam selungkup logam seukuran baterai AA.
Menurut New Scientist, tempat alga berfotosintesis, menghasilkan arus listrik kecil yang memberi daya pada ship ARM Cortex-M0+.
Sistem ini hanya bukti konsep, tetapi penciptanya berharap chip bertenaga ganggang dapat digunakan di perangkat Internet of Things di masa depan. Mereka mengatakan keuntungan menggunakan alga dibandingkan baterai tradisional atau tenaga surya adalah bahwa ganggang memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil dan berpotensi memberikan daya yang berkelanjutan.
“Internet of Things yang berkembang membutuhkan daya yang meningkat, dan kami pikir ini harus berasal dari sistem yang dapat menghasilkan energi, daripada hanya menyimpannya seperti baterai,” Profesor Christopher Howe, penulis senior bersama makalah tersebut, mengatakan dalam sebuah pernyataan pers, dilansir dari The Verge, Selasa (17/5/2022).
“Perangkat fotosintesis kami tidak berjalan seperti baterai karena terus menggunakan cahaya sebagai sumber energi,” ujarnya.
Chip ARM bertenaga alga digunakan untuk melakukan perhitungan yang sangat mendasar. Chip tersebut menghabiskan 0,3 mikrowatt kecil per jam.
Meskipun penggunaan energi komputer normal bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti beban kerja dan usia, ini adalah listrik yang dibutuhkan untuk menjalankan PC rata-rata. Jika komputer desktop biasa mengonsumsi, katakanlah, 100 watt daya per jam, Anda akan membutuhkan sekitar 333.000 “baterai” alga untuk menjalankannya.
Ilmuwan mengatakan bahwa atribusi dasar pembangkit listrik alga sangat menggembirakan. Alga yang mereka gunakan tidak perlu diberi makan.
Alga bisa mengumpulkan semua kebutuhan energinya dari sinar matahari alami. Alga mampu terus menghasilkan daya di malam hari berdasarkan energi yang tersimpan di siang hari.
“Kami terkesan dengan betapa konsistennya sistem ini bekerja dalam jangka waktu yang lam. Kami pikir itu mungkin berhenti setelah beberapa pekan, tetapi terus berjalan,” kata Dr. Paolo Bombelli, penulis pertama makalah ini, dalam sebuah pernyataan pers.
Meskipun menggunakan ganggang dengan cara ini jelas tidak biasa, ini juga merupakan bagian dari area penelitian yang berkembang yang dikenal sebagai biofotokatalitik. Tujuan dari bidang ini adalah untuk memanfaatkan daya yang dihasilkan oleh mikroorganisme biologis yang secara alami mengubah cahaya menjadi listrik melalui fotosintesis.
Meskipun proses ini sangat tidak efisien, dengan tanaman hanya menyerap 0,25 persen energi sinar matahari (dibandingkan dengan 20 persen yang diserap di panel surya), para pendukung mengatakan sistem energi biofotokalatitik bisa murah untuk diproduksi dan ramah lingkungan.