Rabu 20 Oct 2021 17:44 WIB

Melihat Manajemen Pengelolaan Limbah Korea Selatan

Korsel berupaya mengoptimalkan daur ulang limbah.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Pengolahan sampah. Ilustrasi
Foto:

Untuk meningkatkan daur ulang limbah, Pemerintah Korsel memperkenalkan sistem Extended Producer Responsibility (EPR) pada tahun 2000 yang memperkuat tanggung jawab produsen dari tahap produksi hingga pengumpulan dan daur ulang. Sistem EPR diterapkan pada empat bahan kemasan (kemasan kertas, botol kaca, kaleng logam, dan kemasan plastik), pelumas, ban, bola lampu neon, baterai, dan produk elektronik.

Produsen dan importir produk diberikan jumlah kewajiban daur ulang untuk limbah produk mereka. Produsen yang gagal untuk mengikuti kewajiban ini tunduk pada denda daur ulang.

Prof. Rhee menjelaskan, sistem EPR ini sangat menguntungkan perusahaan yang mendaur ulang limbah produk mereka. "Perusahaan-perusahaan besar di Korea seperti Kia, Hyundai, Samsung, semua ikut sistem ini karena tidak hanya diwajibkan tapi mereka mendapatkan keuntungan dari sana," kata Prof. Rhee.

Menurutnya, manfaat dan keuntungan yang didapatkan dari sistem ini lebih menarik bagi para perusahaan dibandingkan dengan penerapan denda apabila tidak melaksanakan.

Setiap tahun, limbah industri dan konstruksi di Korsel terus meningkat. Tercatat limbah industri dan konstruksi meningkat drastis dari 2017 ke 2019, akibat peningkatan impor bahan baku.

Pada 2017, limbah industri tercatat sebesar 167.727 ton per hari dan limbah konstruksi sebesar 206.951 ton per hari, menjadi masing-masing sebesar 202.619 ton per hari dan 221.102 ton per hari. Jumlah itu naik hampir dua kali lipat sejak 20 tahun lalu.

Sedangkan limbah rumah tangga peningkatannya cenderung stabil dari 49.902 ton per hari pada 20 tahun yang lalu menjadi 57.961 ton per hari pada 2019. Dalam pengelolaannya, sebanyak 34.613 ton limbah didaur ulang setiap harinya, 13.763 ton dibakar dan sekitar 7.366 ton dikumpulkan setiap harinya.

Melalui sistem pengelolaan limbah, Korsel berhasil mengurangi limbah padat perkotaan (MSW) dari sebesar 2,3 kg per hari per kapita pada 1991 hingga 1,09 kg per hari per kapita pada 2019. Sedangkan sistem EPR berhasil meningkatkan tingkat daur ulang dari 69,2 persen pada 2003 saat sistem pertama kali diperkenalkan, menjadi 86,9 persen pada 2019.

Prof. Rhee menilai, Indonesia dapat mencontoh sistem pengelolaan limbah Korsel dengan membentuk kolaborasi program atau riset antar kedua negara. Sementara mengenai pendanaan pembangun fasilitas pengelolaan limbah yang sangat mahal, Indonesia dapat mengajukan pendanaan ke institusi keuangan seperti Bank Dunia.

 

"Tapi lebih dimungkinkan untuk membangun lebih banyak kolaborasi Indonesia-Korea dari kelompok masyarakat, karena penting bahwa masyarakat menginginkan (pembentukan sistem) ini terlebih dahulu," kata Prof. Rhee.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement