Menurut mereka, hal yang lebih penting lagi, sains mencakup hipotesis alternatif, argumen kontradiktif, verifikasi, sanggahan, dan kontroversi.
"Berangkat dari prinsip ini berisiko membangun dogma, meninggalkan esensi sains, dan lebih buruk lagi, membuka jalan bagi teori konspirasi. Sebaliknya, komunitas ilmiah harus membawa debat ini ke tempatnya: kolom jurnal ilmiah," kata penulis artikel.
Investigasi yang dipimpin Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap SARS-CoV-2 mendapat banyak pengawasan atas hasil yang tidak meyakinkan pada bulan Maret. Sementara itu, China telah menolak fase kedua penyelidikan tentang asal-usulnya.
Para ilmuwan dalam artikel hari Jumat mengatakan bahwa sementara studi awal menyimpulkan asal laboratorium sangat tidak mungkin, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan bahwa semua hipotesis tetap tidak bisa dikesampingkan. Para penulis kemudian menyerukan evaluasi berbasis bukti, independen, dan bebas prasangka ke dalam asal virus.
Mereka menyebut, itu akan membutuhkan konsultasi internasional dengan para ahli tingkat tinggi tanpa konflik kepentingan. Diskusi harus melibatkan pakar dari berbagai disiplin ilmu dan negara.