Senin 22 Mar 2021 22:26 WIB

Ilmuwan Temukan iBlastoid untuk Studi Perkembangan Manusia

iBlastoid merupakan model embrio manusia yang terbuat dari sel-sel kulit.

iBlastoid merupakan model embrio manusia yang terbuat dari sel-sel kulit.
Foto: Foto : MgRol_93
iBlastoid merupakan model embrio manusia yang terbuat dari sel-sel kulit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim ilmuwan internasional yang dipimpin Universitas Monash, Australia, berhasil menemukan iBlastoid, yaitu sebuah model embrio manusia yang terbuat dari sel-sel kulit. Hal ini sebagai terobosan dalam mempelajari berbagai perkembangan manusia.

Penelitian kolaboratif yang dimuat dalam Jurnal Nature ini dinilai akan merevolusi penelitian lebih lanjut mengenai penyebab keguguran dini. Bahkan, bisa meneliti gangguan kesuburan, hingga studi perihal periode awal perkembangan manusia untuk penelitian di masa depan.

Baca Juga

"Kami menyebutnya dengan sebutan iBlastoid, akan memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari tahap-tahap awal perkembangan manusia dan beberapa penyebab infertilitas, penyakit bawaan, serta dampak racun dan virus pada embrio awal, tanpa menggunakan blastokista," kata pimpinan peneliti Jose Polo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (22/3).

Metode pemodelan embrio manusia dari sel kulit tersebut memungkinkan para ahli untuk membentuk struktur seluler tiga dimensi (3D) yang secara morfologi dan molekul mirip dengan blastokista embrio manusia. Terobosan iBlastoid ini dapat memodelkan struktur biologis embrio manusia di laboratorium.

Dikembangkan di Polo Lab, Universitas Monash, tim ilmuwan ini berhasil menciptakan iBlastoid dengan menggunakan teknik yang disebut "pemrograman ulang nuklir". Teknik ini memungkinkan terjadinya perubahan identitas seluler sel kulit manusia, ketika ditempatkan dalam bentuk cetakan 'jelly' 3D yang dikenal sebagai matriks ekstraseluler dapat disusun menjadi struktur mirip blastokista.

"Dan yang terpenting dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga mengakselerasi pemahaman kita dan mendorong kemungkinan pengembangan bentuk terapi baru," kata Polo.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas dan keguguran adalah karena kegagalan embrio manusia pada tahap awal dalam menanamkan diri atau berkembang pada saat implantasi. Kondisi ini kerap terjadi dalam kurun waktu dua pekan pertama setelah fertilisasi, ketika perempuan bahkan tidak tahu bahwa mereka sedang hamil.

Keguguran 'diam-diam' ini kemungkinan besar mewakili proporsi yang signifikan dari jumlah total keguguran yang terjadi. Pembuatan iBlastoid dapat menyediakan sebuah sistem model yang mendatangkan wawasan tentang tahap awal kehamilan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement