Jumat 13 Nov 2020 12:35 WIB

Ilmuwan Ungkap Kemungkinan Sebab Hilangnya Air di Mars

Badai debu di Mars mungkin menyebabkan hilangnya air di Mars.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
Mars
Foto: NASA
Mars

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Badai debu di Planet Mars diduga menjadi penyebab hilangnya air di planet itu. Badai debu adalah hal yang biasa, namun karena alasan yang tidak diketahui, badai yang mengerikan menyebar ke seluruh dunia hingga menutupi planet ini.

Badai dapat menjadi ancaman mematikan bagi eksplorasi. Bahkan badai pada 2018 membunuh penjelajah Opportunity NASA karena melapisi panel surya dengan debu. Sekarang, para peneliti mengatakan badai mungkin juga menjadi salah satu penyebab dinginnya Mars.

Baca Juga

Badai itu juga mengubah planet yang dulunya basah sampai kehilangan airnya. Fosil sungai dan delta yang terukir di Mars menunjukkan air mengalir di sana miliaran tahun yang lalu. Sebagian besar air entah bagaimana bisa lenyap ke luar angkasa.

Namun para peneliti mengira uap air tidak dapat terbang tinggi di atmosfer yang dingin dan tipis tanpa mengembun menjadi salju dan jatuh kembali ke permukaan. Data baru dari pengorbit Mars Atmosphere and Volatile Evolution (MAVEN) NASA menunjukkan bagaimana badai debu yang berputar dapat memompa air ke luar angkasa.

"Proses ini adalah cara efektif untuk membuat Mars kering kehilangan airnya," kata Anna Fedorova sebagai ilmuwan planet di Institut Penelitian Luar Angkasa Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia dilansir dari Sciencemag pada Jumat (13/11).

Salah satu proses hilangnya air yang diketahui berasal dari sinar ultraviolet (UV) Matahari yang dapat memecah air di permukaan Mars. Lalu mengirimkan hidrogen dan oksigen meresap ke atas atmosfer hingga hilang ke luar angkasa.

Selama badai 2018, Shane Stone, seorang mahasiswa pascasarjana di Universitas Arizona melihat data dari MAVEN yang telah mempelajari atmosfer bagian atas planet tersebut sejak 2014. Satu instrumen MAVEN secara langsung mengambil sampel atmosfer saat probe menukik ke ketinggian orbit terendah 150 kilometer.

Stone tidak dapat mempercayai apa yang dilaporkannya: Saat debu berputar di ketinggian yang lebih rendah, banjir air mencapai tepi angkasa.

"Ini benar-benar luar biasa. Badai debu global menonjol dalam data seperti tidak ada yang lain," sebut Stone.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement