REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari University of Minnesota, Amerika Serikat (AS) memperkirakan pandemi virus corona jenis baru (COVID-19) bisa berlangsung antara 18 hingga 24 bulan. Para ilmuwan mempresentasikan tiga kemungkinan cara virus dapat terus menyebar di tahun-tahun mendatang.
Dalam skenario pertama, gelombang satu dari virus corona jenis baru akan berlangsung hingga musim semi tahun ini (Maret - Mei). Selanjutnya, diikuti oleh serangkaian gelombang kecil berulang yang terjadi sepanjang musim panas, secara konsisten, selama periode satu hingga dua tahun. Virus itu kemudian secara bertahap akan berkurang pada 2021.
“Terjadinya gelombang ini dapat bervariasi secara geografis dan mungkin tergantung pada tindakan mitigasi apa yang ada dan bagaimana mereka dilonggarkan. Bergantung pada ketinggian puncak gelombang, skenario ini bisa memerlukan pemulihan kembali secara berkala dan relaksasi selanjutnya dari tindakan mitigasi selama satu atau dua tahun ke depan,” kata tim peneliti, dilansir dari CNBC.
Skenario kedua memperkirakan gelombang pertama dari virus corona jenis baru di musim semi diikuti oleh gelombang yang lebih besar pada musim gugur atau musim dingin 2020 atau akhir tahun ini. Satu atau lebih gelombang yang lebih kecil akan datang sesudahnya pada 2021. Pola ini menurut peneliti mirip dengan yang terlihat selama wabah flu pada 1918 yang menewaskan hingga 50 juta orang di seluruh dunia.
Di bawah skenario ketiga atau terakhir, gelombang pertama akan diikuti oleh ‘pembakaran lambat’ dari transmisi yang sedang berlangsung, tetapi tanpa pola gelombang yang jelas. Polanya akan bervariasi secara geografis dan dapat dipengaruhi oleh tingkat tindakan mitigasi yang diterapkan di berbagai daerah.
"Skenario mana pun yang diikuti pandemi, dengan asumsi setidaknya beberapa tingkat tindakan mitigasi yang sedang berlangsung. Kita harus siap untuk setidaknya 18 hingga 24 bulan aktivitas COVID-19 yang signifikan, dengan titik-titik bermunculan secara berkala di berbagai wilayah geografis," ungkap tim peneliti .
Tim peneliti menambahkan bahwa bahkan ketika pandemi berkurang, kemungkinan virus corona jenis akan terus ada dalam populasi manusia. Virus itu akan menyinkronkan ke pola musiman dengan tingkat keparahan yang lebih rendah dari waktu ke waktu.
Pekerjaan untuk mengembangkan vaksin atau pengobatan untuk COVID-19 sedang berlangsung di seluruh dunia. Saat ini menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terdapat setidaknya 102 vaksin dalam pengembangan secara global. Namun, para ahli memperkirakan vaksin akan memakan waktu 12 hingga 18 bulan untuk siap diproduksi.