Kamis 22 Nov 2018 05:35 WIB

Observatorium Bosscha: Sejarah, Teleskop, dan Ancaman

Observatorium Bosscha merupakan observatorium terbesar di Indonesia.

Suasana komplek Observatorium Bosscha di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, saat pengamatan hilal oleh tim Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama pihak-pihak terkait, Kamis (14/6).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Observatorium Bosscha, Lembang, Bandung. (Republika/Edi Yusuf)

Masifnya pembangunan hotel, permukiman dan kawasan wisata di Bandung utara membuat keberadaan Observatorium Bosscha terancam. Tingginya tingkat polusi cahaya membuat penelitian tidak bisa optimal seperti puluhan tahun sebelumnya.

Polusi cahaya telah membuat jarak pengamatan menjadi terbatas. Bintang-bintang atau galaksi yang sebelumnya bisa terlihat di gugus penampakan selatan terhalang oleh polusi cahaya yang memantul dan membias.

"Fungsi kami masih tetap sama, meski tantangan kita saat ini adalah polusi cahaya," ujar Kepala Observatorium Bosscha, Premana W Premadi.

Bosscha sendiri melalui tim ITB telah memberikan pemahaman kepada masyarakat sekitar agar tidak menggunakan lampu penerangan yang cahayanya memantul ke angkasa (artificial light). Masyarakat disarankan memakai 'shielded lighting' agar cahaya lampu dapat menerangi tempat yang seharusnya dengan lebih efisien dan tidak menyala terlalu terang.

Ia khawatir dengan belum adanya aturan ketat mengenai penggunaan lampu, membuat seluruh langit di Indonesia, khususnya kota besar tidak dapat melihat miliaran gugusan bintang yang terbentang. "Saya takutnya anak saat ini ditanya berapa jumlah bintang, mereka menjawabnya tiga. Itu miris, keindahan langit tidak bisa dilihat oleh penerus generasi kita," kata Premadi.

Sudah tak optimalnya lagi Observatorium Bosscha membuat pemerintah tengah membangun observatorium di Gunung Timau, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Obsevatorium di Gunung Timau digadang-gadang akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menilai Gunung Timau di Kecamatan Amfoang Tengah sangat strategis sebagai lokasi observasi antariksa. Lembang sudah tidak memadai karena letak bangunan dan lingkungan sekitar sudah begitu padat. Meski begitu, kata dia, kehadiran observatorium di Timau tidak akan seluruhnya menggantikan Bosscha.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Lapan Jasyanto di Kupang pada Sabtu (7/7), mengatakan, pembangunan fasilitas observatorium di pegunungan Timau menjadi babak baru keantariksaan Indonesia. Fasilitas pengamatan antariksa di pegunungan Timau dilengkapi dengan teleskop optik berdiameter 3,8 yang merupakan salah satu fasilitas modern keantarariksan di wilayah Indonesia timur. Di lokasi ini juga akan dibangun kawasan Taman Nasional Langit Gelap serta perkantoran dan pusat sains yang diharapkan akan mendorong kemajuan sains dan teknologi keantariksaan Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement