Rabu 03 Jan 2018 15:21 WIB

Spesies Laba-Laba Baru ini Diberi Nama Bob Marley

Rep: Lida Puspaningtyas / Red: Dwi Murdaningsih
Spesies laba-laba Desis bobmarleyi
Foto: Queensland Museum
Spesies laba-laba Desis bobmarleyi

REPUBLIKA.CO.ID, QUEENSLAND -- Para peneliti Queensland Museum memberi nama unik pada spesies baru laba-laba air. Biasanya, peneliti yang menemukan spesies baru bebas memberikan nama latin spesies, termasuk mencantumkan namanya sendiri.

 Namun kali ini, para penemu sepakat menamainya dengan nama legenda musik reggae, Bob Marley. Peneliti utama, Dr Barbara Baehr mengatakan laba-laba itu menghabiskan lebih banyak waktunya di perairan.
 
"Desis bobmarleyi adalah laba-laba kecil dengan panjang tubuh 6 mm dan punya rambut panjang, sama seperti pemilik namanya," kata Dr Baehr dilansir siaran pers Queensland Museum yang diterima Republika.co.id, Rabu (3/1). Ia hidup di antara terumbu karang di Great Barrier Reef.
 
Rambut-rambut panjang di kaki dan abdomennya berfungsi membuat gelembung udara sehingga ia bisa bernafas. Gelembung ini juga yang bisa membuatnya bertahan di antara gelombang pasang dan surut.
 
Selama gelombang tinggi, hewan yang tak biasa dan langka ini bersembunyi di gelembung udara. Namun ketika gelombang surut, ia banyak ditemukan di terumbu karang, remis, atau sampah.
 
(Habitat spesies Desis bobmarleyi)
 
"Ini menginspirasi kami untuk menamainya Bob Marley sebagai penghormatan, seperti lagu kondangnya yang berjudul High Tide or Low Tide," kata Dr Baehr.
 
Lagu ini juga yang sering diputar saat mereka meneliti si laba-laba di Port Douglas, Queensland. Para peneliti pun merasa spesies baru ini bertingkah laku mirip Bob Marley yang suka bertualang dan tabah. Tim peneliti mengatakan kelompok spesies laba-laba Desis terakhir ditemukan 150 tahun lalu.
 
Menurut Dr Raven, salah satu kerabat dekat Desis bobmarleyi adalah Desis vorax yang ditemukan 150 tahun lalu di Samoa. Ia digambarkan oleh peneliti L. Koch untuk Godeffroy Collection, koleksi utama dan tertua kelompok laba-laba Australasia dan Pasifik.
 
"Godeffroy Collection yang dibuat tahun 1860an masih jadi preferensi utama taksonomi laba-laba di Australasia," kata Dr Raven.
 
Sejak saat itu, tidak ada lagi Desis yang ditemukan. Sehingga temuan ini menjadi penting di dunia klasifikasi saintifik.
 
CEO Queensland Museum, Dr Jim Thompson mengatakan penemuan tersebut akan membantu meningkatkan pengetahuan global soal laba-laba Australia. "Meski negara kita banyak dikenal sebagai rumahnya hewan kaki delapan, tapi diperkirakan 70 persennya belum ditemukan dan dinamai," kata dia.
 
Penelitian hasil kolaborasi dengan Dr Danilo Harms dari Center of Natural History, Hamburg University itu telah dipublikasikan di jurnal Evolutionary Systematics.
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement