Sabtu 01 Apr 2017 09:16 WIB

Meski Tampilannya Seram, T-rex Ternyata Sangat Penyayang

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Winda Destiana Putri
T-Rex
Foto: Skynews
T-Rex

REPUBLIKA.CO.ID, BATON ROUGE -- Dalam pelajaran biologi atau film animasi, dinosaurus jenis Tyrannosaurus rex alias T-rex kerap digambarkan sebagai karnivora buas. Namun, satwa yang bisa tumbuh sampai setinggi 12 meter itu ternyata punya sisi lain yang sangat penyayang.

Hal tersebut dipaparkan sejumlah peneliti dari Louisiana State University di Baton Rouge, Louisiana, Amerika Serikat. Temuan mereka yang telah diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports menyebutkan rincian bukti yang mendukung prediksi itu.

Dilansir dari laman Sky News, salah satu bukti yakni T-rex memiliki moncong sangat sensitif yang merupakan bagian vital dari aktivitas pra-senggama. Hasil studi para ilmuwan, bagian itu digunakan pejantan dan betina T-rex untuk mengusapkan wajah satu sama lain ketika sedang kawin.

Temuan itu bermula dari ditemukannya fosil kerabat terdahulu T-rex yaitu Daspletosaurus horneri berusia 74 juta tahun di Montana, AS. Fosil tersebut memungkinkan para ilmuwan melakukan komparasi dan mendapat banyak petunjuk soal anatomi T-rex.

Diyakini bahwa T-rex memiliki sisik besar mendatar di wajahnya, terletak pada kulit pelindung di moncong dan rahang. Terdapat ratusan cabang saraf trigeminal pada permukaan keras di sekeliling hidungnya, efektif mengubah wajah T-rex menjadi semacam tangan ketiga yang sensitif seperti ujung jari manusia.

Hewan lain juga memiliki saraf sensitif serupa, seperti kucing dengan kumisnya, buaya dengan moncong untuk merasakan getaran dalam air, dan burung yang menggunakannya untuk mendeteksi area tujuan saat migrasi. Sementara, T-rex menggunakan saraf itu untuk mengeksplorasi lingkungan, membawa telur yang rapuh, dan memberi sensasi tertentu saat kawin. "Temuan kami berupa jaringan sensor kompleks ini menarik karena menunjukkan pengembangan sejarah evolusi yang luar biasa, bukti adanya 'indra keenam' pada vertebrata yang berbeda," ujar salah satu peneliti, Profesor Jayc Sedlmayr.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement