REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Malware diprediksi akan semakin gencar menyerang perangkat mobile. Meningkatnya jumlah malware seiring dengan pertumbuhan ponsel pintar di dunia, termasuk Indonesia.
Intel Security McAfee Labs melaporkan, mobile malware meloncat tinggi hingga di penghujung akhir 2015 lalu. Data statistik McAfee menunjukkan bahwa jumlah malware terus bertambah untuk tipe baru. Sebanyak 72 persen malware baru muncul dan bertumbuh pesat.
Pertumbuhan smartphone tumbuh dua kali lipat. Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ponsel pintar terbanyak. Penetrasi tersebut membuat Indonesia berpotensi besar menjadi negara target mobile malware di dunia.
"Saat ini tantangan terbesar masih dalam hal edukasi," kata President for Intel Security Asia Pacific Gavin Struthers, di Jakarta, Selasa (19/4).
Pengguna perangkat genggam cenderung masih tidak tanggap terhadap keamanan ponselnya. Itu sebabnya pelaku kejahatan siber mudah menyerang.
Cyber crime underground merupakan kejahatan terorganisasi. Mereka melakukan tindak kejahatan nyaris tanpa cacat. Antaranggota membuat jaringan organisasi saling terkoneksi.
Itu sebabnya sangat sulit memberantas kejahatan siber dari dunia. Ditambah pula pergerakan perkembangan teknologi yang kian cepat.
Kondisi tersebut memicu kejahatan semakin lihai untuk menentukan target korban. Saat ini, kejahatan terbesar masih mengincar pencurian data, transaksi online, dan menginfeksi perangkat. Intel Security McAfee selalu berusaha memberikan edukasi bagi masyarakat terkait hal tersebut. "Namun, tentunya kami tidak bisa bekerja sendiri," lanjut Gavin.
Perusahaan dan pemerintah harus bekerja sama dalam melakukan edukasi secara berkelanjutan. Terkadang pengguna tidak peduli dengan data-data pribadinya yang telah dicuri. Padahal, data tersebut bisa dijual dan digunakan pihak tak bertanggung jawab.
Ada baiknya pengguna ponsel pintar mulai melakukan proteksi pada perangkatnya. Atau, bisa pula membeli perangkat yang sudah bekerja sama dengan sebuah perusahaan kemanan siber.