Jumat 15 Mar 2024 16:54 WIB

Teleskop James Webb Deteksi Penyusun Kehidupan Sedingin Es di Sekitar Protobintang

Moleku yang terlihat mulai dari metana hingga senyawa kompleks seperti etanol.

Rep: Santi Sopia/ Red: Friska Yolandha
Astronom mengidentifikasi beberapa molekul bahan penyusun kehidupan sedingin es dalam gas dan debu yang berputar-putar di sekitar dua bayi bintang melalui Teleskop Luar Angkasa James Webb.
Foto: nasa
Astronom mengidentifikasi beberapa molekul bahan penyusun kehidupan sedingin es dalam gas dan debu yang berputar-putar di sekitar dua bayi bintang melalui Teleskop Luar Angkasa James Webb.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Astronom mengidentifikasi beberapa molekul bahan penyusun kehidupan sedingin es dalam gas dan debu yang berputar-putar di sekitar dua bayi bintang, atau "protobintang" melalui Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST). Molekul yang terlihat berkisar dari yang relatif sederhana seperti metana hingga senyawa kompleks seperti asam asetat dan etanol.

Molekul organik kompleks (COM) dalam bentuk padat dan es sebelumnya diperkirakan ada di sekitar protobintang yang belum mulai melahirkan planet di sekitarnya. Namun prediksi ini berasal dari eksperimen laboratorium di Bumi. 

Baca Juga

Teori ini pernah ditemukan sebelumnya dengan menggunakan teleskop luar angkasa, termasuk oleh Teleskop Luar Angkasa James Webb itu sendiri. Teleskop menemukan beragam es di wilayah paling gelap dan terdingin dari awan molekuler sebagai bagian dari program JWST Early Release Science Ice Age.

Pengamatan awan di sekitar protobintang IRAS23385 dan IRAS 2A, diambil dengan Instrumen Inframerah Tengah (MIRI) yang sangat sensitif milik JWST. Ini menjadi bagian dari program James Webb Observations of Young ProtoStars (JOYS+). Keberadaan es itu kini telah dikonfirmasi.

Hal yang menarik untuk penelitian di masa depan adalah materi di sekitar protobintang bermassa rendah IRAS 2A, yang mungkin memiliki kemiripan dengan matahari. Hal ini ketika matahari berada pada tahap primordialnya sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu. 

Artinya, es kimiawi yang sama yang diidentifikasi di sekitar IRAS 2A kemungkinan besar juga ada pada tahap awal perkembangan tata surya, dan pada akhirnya akan dibawa ke Bumi primitif.

“Temuan ini berkontribusi pada salah satu pertanyaan lama dalam astrokimia,” kata pemimpin tim dan peneliti Leiden University, Will Rocha dalam sebuah pernyataan, dilansir dari laman Space, Jumat (15/3/2024).

Bagaimana asal usul COM di luar angkasa? Apakah itu dibuat dalam fase gas atau es? Deteksi COM dalam es menunjukkan bahwa reaksi kimia fase padat pada permukaan butiran debu dingin dapat membentuk molekul kompleks.

Perlu dicatat bahwa COM secara teknis telah terdeteksi di sekitar protobintang sebelumnya, namun dalam bentuk gas hangat. Penelitian menunjukkan bahwa gas-gas ini tercipta ketika es padat diubah menjadi gas secara langsung, sehingga melewatkan fase cair. Ini adalah proses yang disebut "sublimasi".

Namun, mendeteksi COM yang sedingin es ini dapat membantu lebih memahami asal usul molekul yang lebih besar di luar angkasa. 

"Semua molekul ini dapat menjadi bagian dari komet dan asteroid dan pada akhirnya menjadi sistem planet baru ketika material es diangkut ke dalam cakram pembentuk planet seiring dengan evolusi sistem protobintang,” kata koordinator program JOYS+ dan peneliti Leiden, Ewine Dishoeck.

Tim berhasil mengidentifikasi es asetaldehida, etanol, metil formate dan asam asetat, yang merupakan asam yang ditemukan dalam cuka. Ada juga molekul yang kurang kompleks dalam bentuk es termasuk metana, sulfur dioksida, formaldehida, dan asam formiat, yang merupakan molekul pembuat sengatan lebah.

Tim juga mendeteksi ion negatif, yaitu atom dengan elektron berlebih, di awan gas dan debu di sekitar protobintang. Hal ini mungkin penting dalam pembentukan garam yang membantu mengembangkan kompleksitas kimia pada suhu tinggi.

“Kami berharap dapat mengikuti jejak astrokimia ini selangkah demi selangkah dengan lebih banyak data JWST di tahun-tahun mendatang,” kata Dishoeck menyimpulkan.

Penelitian tim dipublikasikan di jurnal Astronomy & Astrophysics.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement