Kamis 28 Sep 2023 16:55 WIB

Udara Panas Banget, Ternyata 3 Hal Ini Penyebabnya

Satu hal yang pasti adalah perubahan iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Natalia Endah Hapsari
Para ilmuwan terus menyelidiki faktor-faktor yang menjadi penyebab suhu udara yang luar biasa panas ini./ilustrasi
Foto: EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT
Para ilmuwan terus menyelidiki faktor-faktor yang menjadi penyebab suhu udara yang luar biasa panas ini./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Musim panas tahun ini mencatatkan suhu yang luar biasa tinggi di seluruh dunia. Juli menjadi bulan terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah, mengikuti rekor panas pada Juni sebelumnya. Pada 6 Juli, suhu rata-rata global mencapai puncak baru sekitar 17,23 derajat Celsius. Penting untuk diingat bahwa angka tersebut mencakup suhu di seluruh dunia, termasuk Belahan Bumi Selatan yang sedang mengalami musim dingin.

Dilansir SNExplores pada Kamis (28/9/2023), para ilmuwan terus menyelidiki faktor-faktor yang menjadi penyebab suhu udara yang luar biasa panas ini. Namun, satu hal yang pasti adalah perubahan iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia menjadi salah satu faktor terbesar yang dapat disalahkan.

Baca Juga

 

1.Lautan yang Memanas

Sebagian besar panas yang luar biasa ini diyakini disebabkan oleh pemanasan lautan di seluruh dunia. Lautan-lautan telah mengalami peningkatan suhu selama beberapa dekade, sebagian besar disebabkan oleh emisi gas rumah kaca yang dilepaskan manusia ke atmosfer. Pada April, suhu permukaan laut di seluruh dunia mencapai rekor sekitar 21,1 derajat Celsius. Karena lautan yang sudah cukup hangat, mereka tidak dapat menyerap sebanyak biasanya panas dari atmosfer, yang mengakibatkan peningkatan suhu udara dan cuaca musim panas yang lebih panas.

 

2. Pengaruh El Niño

El Niño juga mungkin memperburuk situasi cuaca tahun ini. El Niño adalah bagian dari siklus iklim alami yang menyebabkan pemanasan sementara di beberapa bagian dunia setiap beberapa tahun. Ini terjadi ketika angin di atas Samudera Pasifik melemah, “mengizinkan” air hangat menumpuk di Pasifik timur dan melepaskan panas ke atmosfer. Meskipun fase baru El Niño dimulai pada Juni, dampaknya masih harus dipelajari lebih lanjut oleh para peneliti.

 

3. Gelombang Panas

Selain dari suhu global yang lebih tinggi secara keseluruhan, gelombang panas yang ekstrem telah melanda berbagai wilayah di seluruh dunia. Ini termasuk Meksiko bagian utara, Cina, Eropa bagian selatan, dan Amerika Serikat bagian barat daya. Sebagai contoh, Phoenix, Arizona, mengalami suhu 43,3 derajat Celsius selama 31 hari berturut-turut pada Juli. Sementara itu, Death Valley, California, mencapai suhu 48,9 derajat Celsius pada tengah malam 17 Juli, suhu tertinggi yang pernah tercatat di malam hari.

Gelombang panas terjadi ketika aliran jet yang mengalir melalui atmosfer bumi melambat, menyebabkan kantong udara panas untuk tetap berada di satu tempat selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Meskipun belum sepenuhnya dipahami mengapa hal ini terjadi, penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim membuat gelombang panas lebih sering dan lebih parah.

 

Studi Terbaru

Penelitian baru-baru ini juga mengungkapkan dampak perubahan iklim terhadap gelombang panas di belahan bumi utara selama musim panas ini. Model komputer menunjukkan bahwa gelombang panas ekstrem seperti yang terjadi di Cina baru-baru ini seharusnya terjadi sekali dalam 250 tahun tanpa perubahan iklim. Demikian pula, gelombang panas yang diperkirakan terjadi sekali dalam satu dekade di Eropa dan Amerika Utara hampir tidak mungkin terjadi tanpa perubahan iklim.

Meskipun masih terlalu dini untuk mengukur dampak buruk dari cuaca ekstrem ini, laporan ratusan kematian telah dilaporkan di seluruh dunia. Selain itu, meningkatnya permintaan AC memunculkan kekhawatiran tentang kekurangan listrik. Perubahan iklim menjadi masalah yang semakin mendesak saat menciptakan musim panas yang lebih panas, seperti yang kita alami saat ini. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement