Selasa 19 Sep 2023 12:37 WIB

Ini 3 Penyebab Indonesia Sering Dibobol Malware

Indonesia sedang mengalami peningkatan transaksi digital dengan pihak ketiga.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Natalia Endah Hapsari
Malware/ilustrasi
Foto: Reuters/Pawel Kopczynski
Malware/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia menjadi negara dengan tingkat kejahatan siber terendah di antara negara-negara ASEAN. Hal ini diungkapkan dari hasil survei oleh Palo Alto Networks, pemimpin keamanan siber global, tetapi Indonesia kerap masih sering kecolongan dibobol malware.

Palo Alto Networks melakukan survei ke 500 pimpinan dan pengambil keputusan di bidang IT dalam lima industri utama wilayah ASEAN. Ada 100 responden yang berasal dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand.

Baca Juga

Hasilnya, ada tiga alasan mengapa Indonesia masih perlu meningkatkan keamanan siber agar tidak kecolongan malware (ransomware, spyware, adware) lagi. Pertama, Indonesia sedang mengalami peningkatan transaksi digital dengan pihak ketiga (58 persen).

“Meningkatnya transaksi digital, bukan hanya dari e-commerce, kalau kita lihat juga dari berkembangnya super-app. Di satu sisi itu menguntungkan konsumen, business to business juga banyak yang mulai membuat API,” ungkap Country Manager Palo Alto Networks, Adi Rusli, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (18/9/2023).

Selain itu, hasil survei juga menyoroti bagaimana bisnis dengan skala besar di Indonesia, mengalami peningkatan risiko keamanan dari perangkat IoT yang tidak aman dan risiko yang timbul akibat meningkatnya penggunaan layanan berbasis cloud.

Malware juga dapat dengan mudah menyerang karena perangkat IoT yang tidak dipantau dan perangkat IoT yang tidak aman (49 persen). IoT ini biasanya dipakai pada perusahaan-perusahaan seperti energi dan manufaktur, yang memakai mesin-mesin yang mulai dikontrol PLC, PCS, PLCs pada programnya. “Sekarang ingin dikontrol lewat mobile app, contohnya, mereka connecting ke network. Nah bahayanya di situ. Mereka nempelin tanpa memberikan barometer ataupun sekuriti,” ujar Adi lagi lebih lanjut.

Dan yang terakhir adalah meningkatnya ketergantungan pada layanan dan aplikasi berbasis cloud (48 persen). Bahkan saat ini, Palo Alto Networks sendiri banyak membantu perusahaan untuk mengamankan migrasi dari on-premise ke cloud.

“Atau make sure kita put in place compliance dari sisi aplication yang sudah dinaikan ke cloud, dari sisi aspek sekuritinya seperti apa, dan lain-lain sebagainya. Mereka akan adopt launch security untuk bisa memproteksi data, aplikasi, dan informasi,” ucap Adi lagi.

Meskipun kabar baik menunjukkan bahwa keamanan siber masih menjadi prioritas utama bagi perusahaan. Tercatat lebih dari 53 persen perusahaan di Indonesia menyatakan, bahwa keamanan siber menjadi topik yang kerap dibahas di tingkat dewan direksi setiap kuartal, serta menjadi agenda utama bagi sebagian besar dewan direksi. Sehingga hal ini menempatkan Indonesia di posisi tertinggi kedua di ASEAN setelah Filipina.

Tetapi 23 persen perusahaan bisnis mengklaim bahwa mereka melihat adanya peningkatan dalam serangan. Adi berharap, keamanan siber harus segera dibangun dulu di awal agar jangan sampai kena serang dulu baru kemudian memikirkan keamanannya.

“Hanya ada dua tipe perusahaan, pertama, yang kena attack dan tahu langkah selanjutnya, kedua, kena attack tapi nggak menyadarinya. Jadi jangan sampai menunggu kena attack dulu,” papar Adi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement