REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Antariksa Eropa (ESA) telah memulai misi pertama di mana Aeolus, satelit yang sudah tidak digunakan lagi, akan diarahkan kembali ke Bumi. Misi ini dapat membuka jalan bagi kembalinya satelit dengan aman, yang sebelumnya tidak pernah dirancang untuk masuk kembali secara terkendali.
Satelit itu telah jatuh dari ketinggian operasionalnya 320 kilometer di atas permukaan planet sejak 19 Juni 2023, setelah menyelesaikan misinya. Segera setelah mencapai 280 kilometer pada Senin (24/7/2023), operator misi ESA menggunakan bahan bakar terakhir Aeolus untuk melakukan manuver kritis pertama, yang akan membantu mengarahkan satelit perlahan kembali ke Bumi.
Gerakan terakhir dijadwalkan terjadi pada Jumat (28/7/2023) mendatang, saat operator akan memandu satelit dari ketinggian 150 kilometer menjadi hanya 120 kilometer. Pada titik ini, satelit akan mulai memasuki kembali atmosfer.
Pada ketinggian sekitar 80 kilometer, sebagian besar satelit akan terbakar, tetapi beberapa bagian dapat mencapai permukaan bumi. Jika semua berjalan sesuai rencana, ini seharusnya tidak menimbulkan ancaman karena pengontrol misi akan mengincar bagian terpencil Samudra Atlantik.
Menurut ESA, Samudra Atlantik memberikan visibilitas satelit terbaik selama fase terakhir memasuki Bumi. Badan itu juga mengeklaim bahwa risiko umum dari memasuki kembali satelit ke sana juga cukup rendah dan upaya ini akan mengurangi risiko itu hingga 42 kali lipat.
Dinamai penjaga angin dalam mitologi Yunani, Aeolus diluncurkan pada 2018 dan merupakan satelit pertama yang secara langsung mengukur kecepatan dan arah angin di seluruh dunia. Karena itu, satelit ini memungkinkan para ilmuwan untuk meningkatkan prakiraan cuaca di seluruh dunia.