REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Hepburn Shire di Australia, Brian Hood, mengancam bakal menjerat ChatGPT ke ranah hukum atas tuduhan pencemaran nama baik. Chatbot dengan kecerdasan buatan (AI) milik OpenAI tersebut dinilai telah membuat klaim palsu bahwa Hood pernah dipenjara karena kasus suap.
Brian Hood yang terpilih sebagai wali kota Hepburn Shire pada November, khawatir reputasinya menjadi buruk di mata masyarakat, jika ChatGPT memberikan informasi salah tentang dirinya. ChatGPT secara keliru menyebutnya sebagai pihak yang bersalah dalam skandal suap internasional yang melibatkan anak perusahaan Reserve Bank of Australia pada awal tahun 2000-an.
Pengacara yang mewakili Hood mengatakan bahwa kliennya memang bekerja di perusahaan Note Printing Australia, namun Hood adalah orang yang melapor ke pihak berwenang terkait pembayaran suap ke pejabat asing guna memenangkan kontrak pencetakan mata uang. Pengacara juga menegaskan bahwa kliennya tidak pernah didakwa melakukan kejahatan.
Salah satu pengacara, James Naughton, mengatakan bahwa pihaknya telah melayangkan surat komplain kepada pemilik ChatGPT, OpenAI, pada tanggal 21 Maret, dan memberikan waktu 28 hari kepada OpenAI untuk memperbaiki kesalahan mengenai klien mereka atau menghadapi kemungkinan gugatan pencemaran nama baik. "OpenAI, yang berbasis di San Francisco AS, belum menanggapi surat hukum Hood," kata para pengacara seperti dilansir dari Japan Today, Kamis (6/4/2023).
Jika Hood pada akhirnya melayangkan gugatan, ini kemungkinan akan menjadi kasus pertama dimana Open AI digugat atas klaim yang dibuat oleh Chat GPT yang telah menjadi sangat populer sejak diluncurkan tahun lalu.
Naughton menjelaskan bahwa ini bisa menjadi momen penting untuk merancang undang-undang pencemaran nama baik ke area baru yaitu kecerdasan buatan dan publikasi di bidang IT.
"Dia adalah seorang pejabat terpilih, reputasinya sangat penting. Jadi informasi yang salah dari ChatGPT sangat krusial, apalagi jika materi ini diakses oleh masyarakat di komunitasnya," kata Naughton.
Pembayaran ganti rugi atas pencemaran nama baik di Australia umumnya dibatasi sebesar 400 ribu dolar Australia (sekitar Rp 4 miliar). Hood tidak mengetahui jumlah pasti orang yang telah mengakses informasi palsu tentang dirinya, dimana ini menjadi penentu ukuran pembayaran denda.
Akan tetapi, sifat dari pernyataan pencemaran nama baik tersebut cukup serius sehingga dia dapat mengklaim lebih dari 200 ribu dolar Australia atau sekitar Rp 2 miliar.