Rabu 08 Feb 2023 17:35 WIB

Mengapa Gempa Turki Begitu Dahsyat? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Gempa Turki terjadi karena lempeng yang bergerak berlawanan dan saling menyentak.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Natalia Endah Hapsari
 Citra satelit yang disediakan oleh Planet Labs PBC ini menunjukkan kerusakan besar setelah gempa bumi, di pusat Kahramanmaras, Turki,  Selasa (7/2/2023).  Gempa kuat melanda Turki dan Suriah Senin dini hari, merobohkan ratusan bangunan serta menewaskan dan melukai ribuan orang.
Foto: Planet Labs PBC via AP
Citra satelit yang disediakan oleh Planet Labs PBC ini menunjukkan kerusakan besar setelah gempa bumi, di pusat Kahramanmaras, Turki, Selasa (7/2/2023). Gempa kuat melanda Turki dan Suriah Senin dini hari, merobohkan ratusan bangunan serta menewaskan dan melukai ribuan orang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,8 skala Richter disusul dua gempa kuat lainnya menghancurkan sebagian besar wilayah Turki dan Suriah pada Senin (6/2/2023). Lebih dari 4.500 orang telah dilaporkan tewas dalam insiden tersebut.

Menurut Survei Geologi Amerika Serikat, gempa berpusat di Turki selatan (kedalaman 18 kilometer), dekat perbatasan utara Suriah. Tepatnya, pusat gempa terdeteksi di Provinsi Kahramanmaras, bahkan terasa hingga Kota Beirut di Libanon dan Kairo di Mesir.

Baca Juga

Mengapa gempa Turki terjadi? Dikutip dari laman India Today, Rabu (8/2/2023), penjelasannya adalah kerak bumi terdiri dari tiga lapisan, yakni kerak, mantel, dan inti. Bumi terdiri dari beberapa bagian dan tempat pertemuan potongan-potongan itu disebut garis patahan, yang bisa bergesekan satu sama lain.

Menurut para peneliti, lempeng-lempeng Bumi terus berusaha untuk bergerak, tetapi diikat oleh gesekan lempeng yang bersebelahan. Pada saat-saat tertentu, ketika ketegangan menumpuk, lempengan-lempengan itu saling berpapasan dengan cepat, melepaskan energi besar.

Gempa dahsyat di Turki-Suriah terjadi ketika satu lempeng bergerak ke barat sementara yang lain bergerak ke timur, lalu saling menyentak. Para ahli mengatakan gempa itu adalah gempa strike-slip, yakni dua lempeng tektonik meluncur satu sama lain secara horizontal.

Turki dan sekitarnya rentan terhadap gempa jenis tersebut selama berabad-abad karena ada garis patahan di bawah wilayahnya. Gempa Senin silam pun terjadi di daerah seismik aktif yang dikenal sebagai zona patahan Anatolia timur, yang di masa lalu juga pernah menjadi lokasi gempa bumi dahsyat.

Pada Januari 2020, Turki pernah dilanda gempa bumi berkekuatan 6,7 skala Richter yang menyebabkan kerusakan signifikan di bagian timur negara itu. Pada 1999, gempa berkekuatan 7,4 skala Richter melanda dekat Istanbul, menewaskan sekitar 18 ribu orang.

Gempa Turki menjadi begitu mematikan lantaran terjadi di dekat daerah padat penduduk. Pusat gempa tidak jauh dari Kota Gaziantep, salah satu ibu kota provinsi di Turki. Daerah yang terkena dampak termasuk pemukiman dengan berbagai bangunan yang rentan.

Karena daerah tersebut tidak dilanda gempa besar selama lebih dari satu abad, kesiapannya terhadap bencana terbilang rendah. Begitu pula integritas struktural bangunan bertingkat tinggi. Para pejabat melaporkan ribuan bangunan runtuh setelah gempa.

Bahkan, ada bangunan yang lantai atasnya langsung jatuh ke lantai bawah, tanda bahwa bangunan tidak dapat menyerap goncangan. Sementara itu, dengan garis patahan seperti yang ada di Turki, tidak ada cara untuk memprediksi gempa. Para peneliti telah lama memperingatkan bahwa prediksi aktifnya garis patahan relatif sulit.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement