Rabu 04 Jan 2023 22:15 WIB

Terapi Hutan untuk Atasi Depresi, Seperti Apa?

Paparan singkat terhadap hutan membuat aktivitas di pusat ketakutan otak berkurang.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Natalia Endah Hapsari
Terapi hutan dapat membantu mengatasi depresi dan rasa cemas karena manusia juga bagian dari alam.
Foto: ANTARA/Virna Puspa Setyorini
Terapi hutan dapat membantu mengatasi depresi dan rasa cemas karena manusia juga bagian dari alam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menikmati udara segar di tengah rindang pepohonan hutan sangat pas untuk bersantai dan membuat suasana hati lebih rileks. Aktivitas yang disebut terapi hutan itu juga dapat membantu orang yang mengidap gangguan kecemasan dan depresi.

Hal itu diungkap dalam penelitian yang digagas tim peneliti dari Norwegian University of Science and Technology (NTNU). Tim mengumpulkan semua penelitian dari seluruh dunia tentang topik dampak terapi hutan dan kesehatan mental dalam 10 tahun terakhir.

Baca Juga

Pemimpin studi, profesor madya Simone Grassini, memilih semua riset di mana para peneliti membagi peserta dalam kelompok yang berjalan-jalan di hutan, dan kelompok yang tidak berjalan-jalan di hutan. Semua orang di kedua kelompok mengalami kecemasan dan depresi.

"Studi laboratorium menunjukkan bahwa paparan singkat terhadap gambar dan video alam menyebabkan perubahan aktivitas otak yang berkaitan dengan relaksasi dan kesejahteraan," ujar Grassini yang merupakan seorang ahli saraf dan profesor psikologi di University of Stavanger.  

Sementara, studi yang dilakukan di luar ruangan telah menunjukkan bahwa paparan singkat terhadap lingkungan hutan menyebabkan berkurangnya aktivitas di pusat ketakutan otak. Namun, Grassini menyoroti belum ada metode berbasis ilmiah untuk menetapkan frekuensi terapi hutan yang efektif.

Peneliti ingin terus mendalaminya hingga bisa merumuskan berapa kali terapi hutan bisa dilakukan, misalnya sekali sepekan atau empat kali sepekan. Penjadwalan pun belum bisa ditetapkan secara konkret, seperti setengah jam atau dua jam setiap kali sesi.

Meskipun kekuatan penyembuhan alam belum dianalisis dengan menggunakan metode ilmiah, aktivitas itu adalah sesuatu yang dipikirkan oleh banyak filsuf. Profesor filsafat di NTNU, Solveig Bøe, menunjuk pada fakta mendasar bahwa manusia juga bagian dari alam.

Dari perspektif filosofis, hasil studi tentang aktivitas di alam berdampak pada manusia tidaklah mengejutkan. Bøe percaya bahwa landasan itu menjelaskan mengapa berada di alam terasa bermakna serta dapat membantu manusia menyadari ada hal penting di luar diri.

"Di ruang hijau, dikelilingi oleh kicau burung, suara aliran air, aroma tumbuh-tumbuhan, sambil memahami bahwa manusia adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Itu bisa bermanfaat dan membantu melupakan diri sendiri untuk sementara waktu," kata Bøe, dikutip dari laman News-Medical, Rabu (4/1/2023).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement