Selasa 01 Nov 2022 13:41 WIB

BRIN: 3 November Indonesia Alami Fenomena Tengah Hari Datang Lebih Awal

Matahari terbit lebih cepat pada 3 November.

Siluet puncak Gunung Rinjani terlihat jelas saat matahari terbit dari Kota Mataram, NTB, Sabtu (14/8/2021). Pada 3 November 2022, Indonesia mengalami fenomena tengah hari terjadi lebih awal. Itu ditandai dengan terbitnya matahari lebih cepat dari biasanya.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Antariksa Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Antariksa Nasional (BRIN) Andi Pangerang mengatakan masyarakat Indonesia dapat menyaksikan dan mengalami fenomena tengah hari lebih awal atau cepat dalam waktu dekat. Fenomena ini terjadi setiap tanggal 3 November.

"Ini terjadi karena nilai perata waktu yang lebih besar sehingga Matahari akan transit lebih cepat dibandingkan dengan hari-hari biasanya dalam setahun," kata Andi dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa (1/11/2022).

Baca Juga

Nilai perata waktu ketika tengah hari pada 3 November 2023 di Indonesia adalah +16 menit 27 detik. Andi menuturkan, secara umum, dampak tengah hari lebih awal akan menyebabkan waktu terbit Matahari lebih cepat.

Bagi umat Islam, waktu sholat Duha (saat ketinggian Matahari mencapai +4,5 derajat atau sepenggalah) maupun waktu sholat Subuh sekaligus awal fajar astronomis (akhir malam astronomis) akan lebih cepat dibandingkan hari-hari lainnya, terutama bagi wilayah selatan Indonesia seperti Jawa dan Nusa Tenggara. Itu karena durasi malam hari yang semakin lebih kecil jika dibandingkan dengan durasi siang hari untuk belahan selatan pada umumnya, ditambah juga dengan tengah hari yang lebih awal, sehingga ketiga waktu sholat menjadi lebih cepat.

Selain itu, fenomena tengah hari lebih awal juga mengakibatkan waktu terbenam Matahari (Maghrib) maupun waktu Isya sekaligus akhir senja astronomis (awal malam astronomis) yang lebih cepat dibandingkan hari-hari lainnya, terutama bagi wilayah utara Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Natuna di Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, dan Kepulauan Sangir-Talaud di Sulawesi Utara. Itu terjadi karena durasi malam hari yang semakin lebih besar jika dibandingkan dengan durasi siang hari untuk belahan utara pada umumnya, ditambah juga dengan tengah hari yang lebih awal, sehingga kedua waktu sholat menjadi lebih cepat.

Di samping itu, fenomena tersebut juga mengakibatkan panjang hari surya menjadi tepat 24 jam. Hari surya adalah durasi antara tengah hari hingga tengah hari berikutnya.

Perata waktu adalah selisih antara Waktu Matahari Sejati dengan Waktu Matahari Rata-Rata. Perata waktu dipengaruhi oleh dua faktor, yakni kemiringan sumbu Bumi dan kelonjongan orbit Bumi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement