REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru-baru ini tentang peristiwa geologis kuno menunjukkan bahwa Bumi memiliki ‘detak jantung’ aktivitas geologis yang lambat dan stabil setiap 27 juta tahun atau lebih. Denyut peristiwa geologis yang terkumpul ini, termasuk aktivitas gunung berapi, kepunahan massal, reorganisasi lempeng, dan kenaikan permukaan laut-sangat lambat, siklus pasang surut bencana selama 27,5 juta tahun.
Tim peneliti mencatat bahwa kita memiliki 20 juta tahun lagi sebelum ‘denyut nadi’ berikutnya. "Banyak ahli geologi percaya bahwa peristiwa geologis terjadi secara acak dari waktu ke waktu,” kata Michael Rampino, ahli geologi Universitas New York dan penulis utama studi tersebut, dalam sebuah pernyataan tahun 2021, dilansir dari Sciencealert, Senin (28/3/2022).
Namun, penelitian memberikan bukti statistik untuk siklus umum, menunjukkan bahwa peristiwa geologis ini berkorelasi dan tidak acak.
Tim melakukan analisis pada usia 89 peristiwa geologis yang dipahami dengan baik dari 260 juta tahun terakhir. Beberapa dari masa-masa itu sangat sulit. Ada lebih dari delapan peristiwa yang mengubah dunia berkumpul bersama dalam rentang waktu yang secara geologis kecil, membentuk ‘denyut nadi’ bencana.
Peristiwa ini termasuk waktu kepunahan laut dan non-laut, peristiwa anoksik laut besar, letusan basal banjir kontinental, fluktuasi permukaan laut, denyut global magmatisme intraplate, dan perubahan tingkat penyebaran dasar laut dan reorganisasi lempeng.
Ahli geologi telah menyelidiki siklus potensial dalam peristiwa geologi untuk waktu yang lama. Kembali pada 1920-an dan 30-an, para ilmuwan pada zaman itu telah menyarankan bahwa catatan geologis memiliki siklus 30 juta tahun. Sementara pada 1980-an dan 90-an para peneliti menggunakan tanggal terbaik peristiwa geologis pada saat itu untuk memberi mereka kisaran panjang antara ‘detak’ 26,2 hingga 30,6 juta tahun.
Sebuah studi yang diterbitkan pada akhir 2020 oleh penulis yang sama menyarankan bahwa tanda 27,5 juta tahun ini adalah saat kepunahan massal terjadi juga.
“Makalah ini cukup bagus, tetapi sebenarnya saya pikir makalah yang lebih baik tentang fenomena ini adalah (makalah 2018 oleh) Muller dan Dutkiewicz,” ahli geologi tektonik Alan Collins dari University of Adelaide, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan kepada ScienceAlert tahun 2021.
Makalah 2018 itu, oleh dua peneliti di University of Sydney, melihat siklus karbon Bumi dan lempeng tektonik. Makalah itu juga sampai pada kesimpulan bahwa siklus tersebut berlangsung sekitar 26 juta tahun.