Ahad 27 Mar 2022 06:34 WIB

Benarkan Asteroid Ryugu Ternyata Bukan Asteroid? Lalu Apa?

Ryugu memiliki konsentrasi tinggi dari bahan organik.

Rep: mgrol136/ Red: Dwi Murdaningsih
Sampel yang diambil dari asteroid Ryugu.
Foto: space.com
Sampel yang diambil dari asteroid Ryugu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada satu objek luar angkasa bernama asteroid Ryugu yang begitu membuat penasaran ilmuwan. Pesawat ruang angkasa Hayabusa 2 diluncurkan oleh Badan Antariksa Jepang JAXA pada tahun 2014 untuk mengunjungi asteroid Ryugu. Pesawat itu tiba di asteroid pada Juni 2018 dan menghabiskan hampir satu tahun untuk mempelajarinya dari orbit. 

Hayabusa 2 bahkan mengirimkan empat rover ke permukaan asteroid. Setelah berangkat, ia berlayar melewati Bumi pada Desember 2020 dan menjatuhkan sampel Ryugu.

Baca Juga

Yang paling menarik dari semua temuan ilmiah dari perjalanan luar biasa itu mungkin adalah ini: Asteroid Ryugu mungkin bukan asteroid sama sekali. Asteroid itu  bisa jadi itu hanya sisa komet.

Asteroid Ryugu adalah asteroid tumpukan puing, menurut misi Hayabusa 2. Ini adalah tumpukan batu-batu besar yang lebih kecil daripada satu blok batu monolitik yang sangat besar. Seperti asteroid tertentu lainnya yang berbentuk menyerupai gasing yang berputar, rotasi cepat asteroid membentuknya menjadi bentuk ini.

"Skenario pembentukan yang diterima secara luas untuk Ryugu adalah tabrakan bencana antara asteroid yang lebih besar dan akumulasi gravitasi lambat berikutnya dari puing-puing tabrakan," menurut para penulis dilansir dari Universe Today.

Banyak informasi dari Hayabusa 2 yang mendukung teori bahwa Ryugu adalah sebuah asteroid, yang telah diduga oleh para astronom sejak penemuannya pada tahun 1999. Namun, satu data yang tidak sesuai dengan deskripsi asteroid mencuat: Ryugu memiliki konsentrasi tinggi dari bahan organik.

Mengapa Ryugu memiliki begitu banyak bahan organik terkonsentrasi jika itu adalah tumpukan puing asteroid yang terbentuk dari tabrakan dua asteroid yang lebih kecil?

Pertanyaan tersebut merupakan inti dari sebuah studi baru  yang diterbitkan dalam The Astronomical Journal Letters. Associate Professor Universitas Kota Nagoya Hitoshi Miura merupakan penulis utamanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement