REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Belum lama ini, pemerintah Rusia memblokir akses ke Instagram setelah Meta mengizinkan postingan yang menyerukan kekerasan terhadap tentara Rusia. Di tengah konflik Rusia-Ukraina, pemblokiran tidak hanya dilakukan oleh pemerintah Rusia tetapi perusahaan teknologi barat.
Pada Senin (14/3/2022) kemarin, Instagram yang merupakan platform media sosial paling populer di kalangan anak muda Rusia tidak lagi dapat diakses. Pembatasan akses media sosial ini berdampak pada warganet, khususnya influencer atau pemengaruh dan pemilik usaha.
Fashion Blogger Karina Nigay yang hampir memiliki tiga juta pengikut di Instagram mengaku sedih mendengar kabar itu. “Instagram adalah hidupku dan jiwaku. Ini yang membuat saya bekerja selama lima tahun terakhir,” kata Nigay.
Influencer dan DJ Karina Istomina mengatakan sekitar setengah dari pendapatannya berasal dari iklan Instagram. “Sejujurnya, saya sangat hancur karena kehilangan akses ke Instagram. Saya menjalankan akun selama lebih dari 10 tahun. Kemungkinan besar saya harus mencari sumber pendapatan baru,” kata perempuan yang memiliki lebih dari 400 ribu pengikut ini.
Awal bulan ini, pemerintah Rusia telah memblokir akses ke Facebook dan Twitter karena menuduh kedua platform itu melanggar hak dan kebebasan warga negara Rusia. Regulator Rusia mengatakan layanan pesan WhatsApp yang juga dimiliki oleh Meta tidak akan terpengaruh pemblokiran karena merupakan alat komunikasi bukan sumber informasi.
Namun, bagi banyak pemilik usaha kecil dan menengah di Rusia, Instagram juga merupakan platform untuk periklanan, mengatur penjualan, dan berkomunikasi dengan klien. Langkah pemblokiran dinilai akan merusak iklim bisnis di Rusia.
Pemilik Usaha Pakaian Outlaw Dilyara Minrakhmanova menyebut Instagram merupakan platform yang menghubungkannya dengan dunia luar. “Sejak tujuh tahun lalu, kami berhasil menyatukan komunitas besar. Sungguh menyakitkan kami akan kehilangan itu semua,” kata Minrakhmanov.