Kamis 09 Dec 2021 11:13 WIB

Ilmuwan Duga Ada Omicron Versi 'Siluman', Lebih Sulit Dilacak

Omicron versi siluman terlihat di Afrika Selatan, Kanada, dan Australia.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Reiny Dwinanda
Gambar pertama varian omicron dirilis oleh pakar dari ANSA, Italia. Peneliti membandingkan mutasi yang terjadi pada spike protein omicron dibandingkan dengan varian delta. Peneliti di Australia menemukan varian omicron dengan versi siluman yang lebih sulit dibedakan dengan varian lain saat menggunakan tes PCR.
Foto:

Menyebar di 57 negara

Pada Rabu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, varian omicron telah menyebar di 57 negara. WHO juga memperingatkan bahwa jumlah pasien yang membutuhkan rawat inap kemungkinan akan meningkat seiring dengan penyebaran secara meluas varian baru tersebut.

Dalam laporan epidemiologi mingguan, WHO mengatakan, butuh lebih banyak data untuk menilai tingkat keparahan Covid-19 yang disebabkan oleh varian omicron. Kemungkinan mutasi varian tersebut dapat mengurangi perlindungan yang diberikan vaksin Covid-19 yang saat ini beredar juga masih menjadi tanda tanya.

"Bahkan, jika tingkat keparahannya sama atau bahkan berpotensi lebih rendah daripada varian delta, maka rawat inap akan meningkat," ujar pernyataan WHO.

Pada 26 November, WHO menyatakan bahwa varian omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika selatan sebagai varian yang mengkhawatirkan. Varian omicron adalah strain SARS-CoV-2 kelima.

 

"Analisis awal menunjukkan bahwa mutasi yang ada dalam varian omicron dapat mengurangi aktivitas penetralan antibodi yang mengakibatkan berkurangnya perlindungan dari kekebalan alami," ujar WHO.

 

Vaksin Pfizer-BioNTech

Pfizer dan BioNTech mengklaim tiga dosis vaksin Covid-19 yang dikembangkannya mampu melawan varian omicron dalam uji laboratorium. Temuan tersebut menjadi pertanda awal bahwa dosis penguat (booster) bisa menjadi kunci dalam melindungi manusia dari varian baru SARS-CoV-2 itu.

Kedua perusahaan mengakui bahwa dua dosis vaksin mereka menghasilkan antibodi penetralisasi yang jauh lebih rendah. Akan tetapi, vaksinnya masih dapat melindungi dari penyakit parah.

 

"Garis pertahanan pertama, dengan dua dosis vaksinasi, mungkin bisa ditembus (virus) dan tiga dosis vaksinasi diperlukan untuk mengembalikan perlindungan," kata Direktur Medis BioNTech Ozlem Tuereci dalam konferensi pers, Rabu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement