REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi yang dilakukan di Afrika Selatan menunjukkan bahwa vaksin untuk mencegah penyakit infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) berbasis mRNA dari Pfizer-BioNTech 40 kali kurang efektif dalam melawan omicron. Varian baru dari SARS-CoV-2 itu pertama kali dikonfirmasi di negara tersebut.
Dilansir laman India.com, para peneliti di Institut Penelitian Kesehatan Afrika di Durban melakukan percobaan pertama mengukur kemanjuran vaksin Pfizer pada omicron. Dari sana, mereka menemukan bahwa ada pengurangan sekitar 40 kali lipat dalam tingkat antibodi penetral yang diproduksi oleh orang-orang yang telah menerima dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech dibandingkan dengan terhadap varian awal yang terdeteksi di China pada akhir 2019.
Tim ilmuwan, termasuk Alex Sigal dari Africa Health Research Institute, menguji 14 sampel plasma darah dari 12 peserta. Sebanyak enam di antaranya tidak memiliki catatan pernah mengalami Covid-19 sebelumnya.
Semuanya sebelumnya telah divaksinasi dengan vaksin Pfizer-BioNTech. Hasil studi menunjukkan penurunan 41 kali lipat pada antibodi untuk menetralkan varian baru.
Meski demikian, Sigal mengatakan bahwa kemampuan omicron untuk "lolos" dari antibodi vaksin tidak lengkap. Sebanyak lima peserta yang seluruhnya pernah terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan titer netralisasi yang relatif tinggi terhadap varian ini.
Selain itu, antibodi yang diinduksi vaksin turun tiga kali lipat dalam kemampuannya untuk menetralkan varian beta yang sebelumnya mendominasi Afrika Selatan. Temuan yang dipublikasikan dalam server pracetak dan belum ditinjau sejawat itu menunjukkan bahwa omicron jauh lebih baik dalam menghindari perlindungan.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa vaksin Covid-19 yang tersedia saat ini masih dapat melindungi orang-orang dari omicron. Secara khusus, perlindungan yang dimaksud adalah membuat mereka yang terinfeksi tidak mengalami gejala parah.