REPUBLIKA.CO.ID, ANTARTIKA -- Kutub Selatan baru saja mengalami musim dingin terdingin yang pernah tercatat. Pada bulan April hingga September, stasiun penelitian yang terletak di dataran tinggi Antartika mencatat suhu rata-rata minus 61 derajat Celcius. Catatan ini menjadi suhu terdingin yang tercatat sejak 1957 lalu.
The Washington Post mencatat suhu tersebut lebih rendah dari rata-rata 30 tahun terakhir yaitu 2,5 derajat Celcius. Seorang jurnalis Stefano Di Battista menulis di akun media sosial Twitter bahwa rekor musim dingin terdingin sebelumnya adalah minus 60,6 derajat Celcius di 1976.
Catatan Battista dikonfirmasi Wahington Post kepada ilmuwan riset di kantor permodelan dan asimilasi global NASA Richard Cullather. Musim dingin yang sangat dingin kemungkinan disebabkan oleh pusaran kutub yang kuat di stratosfer, lapisan kedua atmosfer planet permukaan bumi.
"Pada dasarnya angin di stratosfer kutub lebih kuat dari biasanya, yang dikaitkan dengan pergeseran aliran jet ke kutub. Ini membuat udara dingin terkunci di sebagian besar Antartika," kata ilmuwan atmosfer di NOAA Army Butler kepada Washington Post, seperti dikutip dari laman Live Science, Rabu (6/10).
Terlebih lagi, pusaran kutub yang kuat juga menyebabkan lebih banyak penipisan ozon di stratosfer yang bahkan semakin memperkuat pusaran kutub. Perlu diketahui bahwa ozon adalah gas yang terdiri dari tiga molekul oksigen yang ditemukan di atmosfer. Ozon melindungi permukaan bumi dari sinar ultraviolet yang berbahaya dan penipisannya dapat memperluas lubang ozon di atas Antartika.
Sementara Antartika mencatat suhu musim dingin yang yelah diketahui rata-rata satelit mendeteksi suhu tersendiri yang jauh lebih rendah, serendah minus 98 derajat Celcius.
"Berkat suhu yang sagat dingin, permukaan es laut di sekitar Antartika berada pada tingkat tertinggi kelima yang pernah tercatat pada Agustus," The Washington Post melaporkan.
Namun, es mencair dengan cepat selama beberapa pekan berikutnya. Kemudian di akhir September, es laut telah menipis ke beberapa tingkat terendah yang terlihat pada waktu itu sepanjang tahun. Para ilmuwan mengatakan kepada Wahington Post bahwa iklim di Antartika rentan terhadap perubahan yang cepat dan musim dingin yang dingin tidak mengurangi seriusnya perubahan iklim.
Suhu musim dingin yang dingin di Antartika berbeda dengan tren di belahan dunia lainnya yang secara keseluruhan mencatat musim panas terpanas keempatnya. Live Svience melaporkan faktanya, Juli 2021 adalah bulan terpanas yang pernah tercatat.
"Satu musim dingin yang dingin menarik tetapi tidak mudah mengubah tren jangka panjang yaitu pemanasan," kata profesor ilmu atmosfer di Universitas Washinton Eric Steig.
Dalam jangka panjang, Antartika, sebagai bagian dunia lainnya memanas dan dengan cepat kehilangan es laut.