REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bumi memantulkan lebih sedikit cahaya karena iklimnya terus berubah. Temuan ini berdasarkan penelitian baru yang dilakukan oleh Big Bear Solar Observatory di California Selatan, Amerika Serikat (AS) menggandeng Cloud NASA, Earth's Radiant Energy System (CERES), dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).
Para ilmuwan berupaya untuk memodelkan bagaimana awan akan merespons perubahan iklim dan bagaimana respons tersebut pada gilirannya akan membentuk iklim di masa depan. Tetapi para ilmuwan dibalik studi baru berpikir bahwa temuan temuan reflektifitas bergantung pada dinamika awan diatas Samudra Pasifik.
Penelitian ini bergantung pada pengamatan selama 2 dekade sebuah fenomena yang disebut earthshine yang merupakan cahaya yang dipantulkan bumi ke permukaan sisi gelap bulan, dikombinasikan dengan pengamatan satelit reflektifitas bumi, atau albedo, dan kecerahan matahari. Fitur yang berbeda di bumi mencerminkan jumlah cahaya yang berbeda, lautan sangat sedikit dan daratan dua kali lebih banyak.
Sementara itu, awan menantulkan sekitar setengah sinar matahari yang mengenai mereka dan salju serta es memantulkan sebagian besar cahaya yang mereka terima. Para ilmuwan di Big Bear Solar Observatory telah mempelajari bagaimana cahaya bumi berfluktuasi sejak 1998, mencari perubahan pada skala waktu dari harian ke dekade.
Dalam penelitian baru, para ilmuwan menggabungkan data itu dengan pengamatan proyek Cloud NASA dan CERES yang telah beroperasi sejak 1997 dengan instrumen sejumlah satelit NASA dan NOAA. Para peneliti mengumpulkan 2 set data untuk mengetahui apakah dan bagaimana kecerahan bumi telah berubah.
"Selama rentang 2 dekade penuh, jumlah cahaya yang dipantulkan bumi turun sekitar 0,5 persen atau setengah watt lebih sedikit cahaya per meter persegi," ungkap penelitian tersebut seperti dikutip dari laman Space, Senin (4/10).
Sebagian besar perubahan terjadi dalam 3 tahun terakhir kumpulan data bumi bersinar yang dianalisis oleh para peneliti hingga 2017. Data CERES berlanjut hingga 2019 dan menunjukkan lebih tajam pada akhirnya.
"Jadi, perubahan jumlah cahaya yang dipantulkan bumi pasti berasal dari perubahan bumi itu sendiri," kata para ilmuwan.
Secara khusus data CERES mencatat hilangnya awan terang di ketinggian rendah di atas Samudra Pasifik timur, di lepas pantai barat Amerika. Para ilmuwan juga mencatat peningkatan suhu yang mencolok di permukaan laut. Kemudian, karena cahaya yang tidak dipantulkan ke luar angkasa terperangkap dalam sistem bumi, perubahan kecerahan juga berimplikasi pada iklim di masa depan. Artinya ini berpotensi meningkatkan laju perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.