Kamis 08 Jul 2021 12:26 WIB

Kota-Kota Pesisir Hadapi Ancaman Mematikan

Pesisir laut selama berabad-abad jadi pusat lalu lintas perdagangan antarnegara,

Tanggul beton berdiri dan tanaman-tanaman bakau muda tumbuh di pesisir Pulau Sabira, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Ahad (20/6/2021). Pembangunan tanggul dan pemecah ombak oleh pemerintah serta penanaman tanaman bakau oleh masyarakat setempat dilakukan sebagai upaya mencegah abrasi oleh gelombang arus laut yang mengikis wilayah pulau di ujung utara Kepulauan Seribu itu.
Foto:

Biaya sudah meningkat

Pada bulan Oktober 2012, badai Sandy di pantai sekitar New York dan New Jersey, membunuh banyak orang dan menyebabkan kerugian hingga puluhan  miliar dolar AS akibat kerusakan yang ditimbulkannya. Bencana seperti ini di pesisir kota di dunia menimbulkan risiko bagi masyarakat dan ekonomi global secara umum.

Pada pertengahan dekade mendatang, tanpa upaya adaptasi, proyeksi skenario kasus terburuk untuk 136 kota pantaii terbesar di dunia diperkirakan mencapai kerugian antara 1,6 sampai 3,2 triliun dolar AS, hanya dari akibat meningkatnya permukaan laut.

"Ada banyak variasi kerugian di antara kota-kota itu, tergantung pada  di mana aset dan orang terkonsentrasi," kata salah satu penulis riset, Elisa Sainzde Murieta dari Basque Center for Climate Change.

Guangzhou di Cina berada di urutan teratas dalam daftar, dengan kerugian tertinggi akibat kerusakan, yakni  sekitar 330 miliar dolar AS pada tahun 2050, di bawah skenario pesimistis emisi tanpa dilakukannya adaptasi.  Kemudian akan membengkak hampir 1,4 triliun dolar AS pada tahun 2100.

Di posisi kedua adalah Mumbai, India. Kota-kota terus memperluas wilayah dan menempatkan jutaan lebih orang dalam bahaya, khususnya di  Asia dan Afrika.

Bagaimana kota melindungi diri?

Opsi-opsi adaptasi terhadap perubahan iklim bisa dilakukan, termasuk di antaranya dengan melakukan perlindungan yang direkayasa, seperti pembangunan tanggul dan tembok laut, yang dapat mencegah risiko banjir dari kenaikan permukaan laut hingga beberapa meter. Namun risikonya hal itu dapat merusak ekosistem.

Merehabilitasi ekosistem pesisir juga menawarkan manfaat luas, terutama pemulihan hutan bakau dan terumbu karang. "Kita harus bertindak sekarang, karena kita sudah terlalu terlambat,” keluh Johan Verlinde, manajer program Rotterdam's Climate Adaptation Plan.

Lebih dari separuh wilayah Belanda rentan terhadap naiknya muka air laut. Setelah banjir mematikan terjadi di tahun 1953, negara itu membangun jaringan pertahanan banjir berteknologi tinggi. Belanda saat ini mengalokasikan 1,2 miliar dolar AS untuk rencana adaptasi "hidup dengan air".

Berbagai macam infrastruktur terapung dibangun di Rotterdam, termasuk untuk peternakan sapi. Dengan situasi 85 persen wilayahnya berada di bawah permukaan laut, Verlinde mengatakan Kota Rotterdam adalah "bak mandi".

"Setiap tetes air yang jatuh di kota kami, kami perlu memompanya. Kami benar-benar perlu menjadi inovatif untuk menjaga kaki kami tetap kering," ujarnya.

Insinyur-insinyur Belanda melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk berbagi keahlian mempertahankan diri dari banjir. Banyak negara miskin tidak mampu untuk mempertahankan infrastruktur besar secara efektif. Salah satu alasannnya adalah batasan anggaran nasional.

Pada akhirnya, bahkan, adaptasi yang paling inovatif, menghabiskan banyak uang, dan mungkin tidak dapat menghindari bencana. Solusi paling akhir adalah adalah mundur dari pesisir laut.

Indonesia berencana untuk memindahkan ibu kotanya ke Kalimantan. Di Bangladesh, migrasi berkaitan dengan perubahan iklim telah dimulai. Tapi masih dalam tahap permulaan.

UNESCO menggambarkan Venesia sebagai "karya agung arsitektur yang luar biasa" di mana bahkan bangunan terkecil sekali pun mengandung karya sebagian seniman  hebat dunia. Namun saat ini, Venesia adalah situs warisan dunia yang paling terancam di Mediterania.

Lebih dari 90 persen dari kota itu rentan terhadap banjir. Venesia telah memasang penghalang banjir untuk membentengi laguna selama gelombang badai. Tetapi, jika permukaan laut naik 30 sentimeter, air banjir bisa mengalir di sekitar palazzi selama beberapa minggu.

Ahli kelautan Georg Umgiesse rmengatakan, karena efek subsidensi, kenaikan permukaan air laut  setengah meter akan menjadi "bencana" untuk kota di Italia itu.

 

 

 

 

sumber: https://www.dw.com/id/membujur-di-tepian-laut-kota-kota-pesisir-hadapi-ancaman-mematikan/a-58187847

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement