Rabu 02 Jun 2021 11:58 WIB

Gelombang Panas Picu Gagal Panen di Bangladesh

Gelombang panas menyapu Bangladesh selama dua hari berturut-turut pada April lalu.

Seorang warga menggunakan payung saat menaiki becak ketika terjadi gelombang panas di Dhaka, Bangladesh, Selasa (27/4). Gelombang panas yang terjadi di Bangladesh itu merupakan yang terparah semenjak tujuh tahun terakhir dengan suhu tertinggi mencapai 41,2 derajat celcius dan diperkirakan akan berlangsung hingga 30 April 2021.  EPA-EFE/MONIRUL ALAM
Foto: EPA-EFE/MONIRUL ALAM
Seorang warga menggunakan payung saat menaiki becak ketika terjadi gelombang panas di Dhaka, Bangladesh, Selasa (27/4). Gelombang panas yang terjadi di Bangladesh itu merupakan yang terparah semenjak tujuh tahun terakhir dengan suhu tertinggi mencapai 41,2 derajat celcius dan diperkirakan akan berlangsung hingga 30 April 2021. EPA-EFE/MONIRUL ALAM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana gelombang panas membersitkan ancaman kelangkaan pangan di Bangladesh. Suhu yang tinggi berpadu dengan tingkat kelembapan yang rendah dan melumat sawah petani, serta menghancurkan hasil panen.

Di atas lahan sawahnya di timur laut Bangladesh, Shafiqul Islam Talukder berdiri menggenggam setangkai padi yang meranggas hanya menyisakan sekam, tanpa biji. 

Baca Juga

Petaka datang April silam, ketika gelombang panas menyapu Bangladesh selama dua hari berturut-turut. Hasil panen yang seharusnya menafkahi keluarga Shafiq hingga penghujung tahun, lenyap dalam sekejap, ratap petani berusa 45 tahun itu. 

"Mimpi saya memanen sudah sirna,” kata dia. "Saya tidak tahu lagi bagaimana bisa membiayai keluarga untuk tahun ini. Saya menginvestasikan semua tabungan untuk menanami lima hektar sawah dengan bibit unggul. Sekarang semuanya berakhir,” imbuhnya dengan mata berkaca-kaca.

Gelombang panas yang memadukan suhu tinggi dengan tingkat kelembapan dan curah hujan yang rendah, menghancurkan ribuan hektar sawah di lumbung padi Bangladesh. Lebih dari 36 distrik terdampak ketika suhu menyentuh angka 36 derajat Celcius selama dua hari di bulan April, menurut Institut Penelitian Padi Bangladesh (BRRI). 

Suhu rata-rata di Bangladesh pada bulan April biasanya tidak lebih dari 33 derajat Celcius. Data resmi menunjukkan sekitar 68 ribu hektar sawah hancur atau berada dalam kondisi rusak. Lebih dari 300 ribu petani dikabarkan ikut terdampak.

Negeri seribu sungai itu tergolong rajin disambangi bencana alam seperti banjir, kekeringan atau badai. Tapi gelombang panas merupakan hal baru, kata Entomolog BRRI, Nazmul Bari.

"Kami belum pernah mencatat syok semacam ini sebelumnya,” kata dia.

"Suhunya meningkat dari hari ke hari dan tidak ada hujan. Jadi kelembapan di udara sangat rendah. Inilah penyebab gelombang panas ekstrem ini.”

 

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement