Senin 19 Apr 2021 12:13 WIB

Ilmuwan Kumpulkan Data Polutan Atmosfer Selama Lockdown

Data mencakup pengukuran sekitar 200 studi dari tujuh bulan pertama pandemi.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
Polusi udara. Ilustrasi
Foto: Dailymail
Polusi udara. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu konsekuensi dari pandemi Covid-19 adalah pembatasan mobilitas global yang berdampak pada tingkat polusi di atmosfer. Para peneliti di seluruh dunia memanfaatkan kesempatan ini untuk mengukur, mengumpulkan data, dan mempublikasikan studi.

Sebuah tim internasional yang dipimpin oleh Institut Riset Iklim dan Energi Forschungszentrum Jülich, kini telah menerbitkan tinjauan lengkap yang memberikan gambaran umum sampai September 2020. Studi ini juga memiliki situs khusus yang data pengkurannya bisa ditambahkan sebagai pelengkap dan menyempurnakan hasil penelitian yang ada. Pada saat yang sama, pengumpulan data dapat memprediksi secara ilmiah tentang tingkat polusi skenario mobilitas di masa depan.

Baca Juga

Penelitian ini dikoordinasikan oleh Direktur di Institut Riset Iklim dan Energi Jülich, Prof Astrid Kiendler Scharr. Analisis tersebut mencakup data pengukuran sekitar 200 studi dari tujuh bulan pertama setelah dimulainya pandemi.

Data berfokus pada jenis polutan udara, yaitu nitrogen dioksida, materi partikulat, ozon, amonia, sulfur dioksida, karbon hitam, senyawa organik yang mudah menguap (VOC), dan karbon monoksida. Sepertiga dari studi memperhitungkan situasi meteorologi yang berlaku saat menghitung pengaruh penguncian pada komposisi udara. Government Stringency Index (SI) meringkas tingkat keparahan langkah-langkah penutupan lokal dalam jumlah yang dibandingkan di tingkat internasional.

Hasil dari analisis adalah lockdown mengurangi polusi global di atmosfer. Namun, ini hanya berlaku untuk polutan yang terutama bersumber antropogenik, yaitu yang langsung dikeluarkan oleh manusia, khususnya di bidang mobilitas.

Sebaliknya, di tingkat ozon meningkat. Peningkatan ini terjadi karena proses kimia atmosfer yang disebabkan oleh berkurangnya kadar nitrogen oksida di udara.

Selain itu, studi ini juga menyoroti kesenjangan dalam pengumpulan data dan kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa periode analisis harus diperpanjang hingga mencakup seluruh tahun 2020.

Para ilmuwan menempatkan penekanan khusus pada hidrokarbon yang sejauh ini hanya diperiksa secara tidak tentu dalam penelitian dan pada analisis yang diperpanjang bisa melihat dampak perubahan emisi terhadap iklim.

Untuk melihat semua data dari studi tentang tingkat polusi termasuk data tingkat polusi di setiap negara bisa dilihat di situs https://covid-aqs.fz-juelich.de/. Situs tersebut juga mengundang para ilmuwan untuk menyajikan data dari studi baru mereka yang bisa menjadi refrensi. Jadi, penyajian hasil yang dikumpulkan terus disempurnakan.

Dilansir Science Daily, Senin (19/4), ada rencana untuk mengembangkan pengumpulan data lebih lanjut dengan cara memasukkan hasil pengukuran dan analisis polutan lain, misalnya hidrokarbon. Data penting pun dapat menjadi dasar untuk penilaian yang lebih baik tentang dampak kimia atmosfer di skenario masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement