Jumat 05 Mar 2021 12:24 WIB

Badai Luar Angkasa Pertama Kali Terdeteksi di Bumi

Badai luar angkasa berlangsung selama hampir delapan jam pada 20 Agustus 2014.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Untuk pertama kalinya, para astronom mendeteksi badai plasma yang kuat di atmosfer atas Bumi. ilustrasi
Foto: live science
Untuk pertama kalinya, para astronom mendeteksi badai plasma yang kuat di atmosfer atas Bumi. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk pertama kalinya, para astronom mendeteksi badai plasma yang kuat di atmosfer atas Bumi. Ini menjadi sebuah fenomena yang disebut sebagai badai luar angkasa.

Badai plasma yang kuat diketahui memiliki lebar 600 mil atau 1.000 kilometer. Badai luar angkasa berlangsung selama  hampir delapan jam pada 20 Agustus 2014, berputar ratusan mil di atas Kutub Utara magnet Bumi.

Baca Juga

Fenomena tersebut pertama kali diketahui dalam sebuah penelitian yang dirilis pada 22 Febuari lalu di jurnal Nature Communications. Badai yang terbentuk dari kekacauan garis medan magnet dan angin matahari yang terbang cepat ini tidak bisa terlihat dengan mata telanjang.

Namun, empat satelit cuaca yang melewati Kutub Utara mendeteksi formasi  berbeda dengan badai terestrial pada umumnya. Badai luar angkasa berbentuk seperti corong dengan apa yang tampak seperti ‘mata’ di bagian tengah, dikelilingi oleh beberapa lengan spiral plasma yang berputar berlawanan arah jarum jam.

Badai anatriksa menghujani elektron langsung ke atmosfer atas Bumi. Rekan penulis studi, sekaligus ilmuwan luar angkasa di University of Reading di Inggris Mike Lockwood mengatakan hingga saat ini belum dapat dipastikan bahwa badai plasma luar angkasa itu ada.

“Badai tropis dikaitkan dengan energi dalam jumlah besar dan badai antariksa harus diciptakan oleh transfer energi angin matahari yang sangat besar dan cepat serta partikel bermuatan ke atmosfer atas Bumi,” ujar Lockwood, dilansir Live Science, Jumat (5/3).

Dengan menggunakan model badai 3D, para peneliti berhipotesis bahwa formasi tersebut dihasilkan dari interaksi kompleks antara angin matahari yang masuk. Ini adalah angin kencang plasma berkecepatan tinggi yang secara berkala dilepaskan oleh matahari dan medan magnet di atas Kutub Utara.

Meskipun ini adalah badai antariksa pertama yang diamati, para peneliti berhipotesis bahwa sistem cuaca ini dapat menjadi peristiwa umum di planet manapun dengan pelindung magnetik dan plasma di atmosfernya.

"Plasma dan medan magnet di atmosfer planet ada di seluruh alam semesta, jadi temuan menunjukkan badai antariksa harus menjadi fenomena yang tersebar luas," kata Lockwood.

Haruskah takut dengan badai luar angkasa? Jawabannya adalah mungkin tidak. Fenomena atmosfer atas menimbulkan sedikit ancaman bagi Bumi.

Namun, itu dapat memengaruhi efek cuaca luar angkasa yang ada. Sebagain contoh adalah terjadinya peningkatan hambatan pada satelit, atau mengganggu sistem komunikasi GPS dan radio.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement