REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (APNATEL), Triana Mulyatsa mengapresiasi dan mendukung Pemerintah yang bersikap tegas menerapkan kewajiban kerja sama penyelenggara OTT dengan operator telekomunikasi yang dituangkan dalam perubahan RPP Postelsiar. Sebab, menurut Triana, selama ini tidak ada aturan yang mengatur mengenai keberadaan OTT global di Indonesia. Aturan yang mengatur mengenai OTT global hanya pada kewajiban mereka membayar PPN saja.
Ia menilai RUU Cipta Kerja dan turunannya berupa RUU Postelsiar yang mengharuskan OTT global untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan atau jasa telekomunikasi, merupakan langkah yang sangat bagus dan dinantikan oleh seluruh anggota APNATEL. “Kami sebagai asosiasi telekomunikasi tertua di Indonesia sangat mendukung langkah Pemerintah dalam mengatur penyelenggaraan OTT khususnya OTT global yang menyediakan layanan sama seperti operator telekomunikasi (voice dan messanger), yang tentunya hal ini berdampak pada penurunan pendapatan operator telekomunikasi. Bila hal ini didiamkan saja, maka sudah pasti akan berdampak terhadap kegiatan usaha anggota APNATEL, saat ini pun sudah mulai terasa," kata Triana memaparkan.
Sebagai salah satu praktisi di industri telekomunikasi nasional, Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (APNATEL) terus mengikuti perkembangan dan berperan aktif dalam memberikan masukan kepada Pemerintah. Tak terkecuali masukan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah sektor Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (RPP Postelsiar) yang merupakan peraturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.
Triana menjelaskan salah satu yang menyebabkan pendapatan operator telekomunikasi mengalami penurunan adalah karena kehadiran layanan OTT telekomunikasi global. Pendapatan operator telekomunikasi yang tergerus OTT, mengakibatkan rendahnya investasi dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.
Imbasnya berdampak pada rendahnya penyerapan tenaga kerja di sektor telekomunikasi yang selama ini didukung keberadaan vendor dan kontraktor operator telekomunikasi di Indonesia secara signifikan.
Kewajiban OTT untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan, menurut Triana, menyangkut hajat hidup orang banyak dan kedaulatan negara.
Diharapkan dengan diwajibkannya OTT global bekerja sama dengan penyedia jaringan telekomunikasi diharapkan dapat kembali meningkatkan investasi dan penetrasi jaringan telekomunikasi di Indonesia. "Dengan meningkatnya pembangunan jaringan telekomunikasi otomatis akan mendongkrak jumlah pekerja di kontraktor telekomunikasi yang selama ini terkenal padat karya," kata Triana.
Menurut Triana, selama ini OTT global sudah menikmati pendapatan yang tinggi dan tidak berkontribusi terhadap pembangunan jaringan telekomunikasi di Indonesia. Mereka selama ini tidak membayar pajak kepada negara. Padahal mereka mengeruk keuntungan dari Indonesia.
"Mereka saat ini hanya dikenakan PPN atas penjualan barang dan jasa. Sejatinya PPn tersebut yang membayar adalah masyarakat Indonesia. Bukan OTT global."
Jadi, kata Triana berharap, jika OTT Global telah bekerja dengan operator telekomunikasi dalam negeri, sebagian pendapatan OTT global tersebut bisa digunakan untuk percepatan penyediaan jaringan telekomunikasi. Hal tersebut dapat mempercepat realisasi program pemerintah untuk mewujudkan ekonomi digital yang dicita-citakan Presiden Jokowi.
Ia menerangkan, selama ini penggelaran jaringan telekomunikasi tanpa menggunakan dana APBN. Jadi saatnya dan menjadi waktu yang tepat bagi Pemerintah untuk melindungi dan menjaga keberlangsungan penyelenggara telekomunikasi Indonesia.
"Pemerintah jangan mau diintervensi oleh OTT global yang hanya mementingkan keuntungan semata, namun tidak mau berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Sehingga diharapkan nantinya bangsa Indonesia tak hanya dijadikan pasar bagi OTT global saja, namun bisa menjadi pusat perkembangan digital di ASEAN,” ujar Triana mengakhiri.