REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pemanasan global dan krisis iklim menjadi ancaman nyata bagi peradaban umat manusia. Ironisnya, pemanasan global terjadi karena ulah manusia, sejak era revolusi industri.
Sebuah studi yang diterbitkan di Nature Climate Change menyimpulkan bahwa proses alami bumi hanya berkontribusi kecil terhadap perubahan iklim. Suhu udara di permukaan bumi telah meningkat rata-rata lebih dari satu derajat Celcius sejak pertengahan abad ke-19.
Kenaikan suhu tersebut telah menyebabkan cuaca ekstrim yang lebih sering terjadi. Mulai dari kekeringan dan banjir, serta badai yang lebih mematikan.
Dilansir dari Malay Mail pada Selasa (19/1), para peneliti memeriksa 13 model iklim yang berbeda untuk mensimulasikan perubahan suhu. Peneliti juga mengukur berapa banyak pemanasan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, baik itu dalam bentuk emisi gas rumah kaca maupun perubahan penggunaan lahan, serta berapa banyak yang bisa disebut sebagai kejadian alamiah.
Mereka menemukan bahwa aktivitas manusia telah berkontribusi pada 0,9 sampai 1,3 celcius pada suhu global, persis konsisten dengan pemanasan 1,1 celcius yang dapat diamati saat ini.
“Hasil kami dengan jelas menunjukkan bahwa pemanasan iklim terutama disebabkan oleh manusia,” kata Nathan Gillet, dari Pusat Pemodelan dan Analisis Iklim, Lingkungan dan Perubahan Iklim Kanada.
Meskipun pandemi menyebabkan emisi pemanasan bumi menurun sekitar 7 persen pada tahun 2020, konsentrasi polusi karbon terus meningkat.
Dalam perjanjian Paris tahun 2015 terdapat dua target yang berbeda untuk mereduksi secara signifikan dampak perubahan iklim. Pertama, membatasi suhu rata-rata global di bawah 2 derajat celcius dibandingkan masa pra industri.
Kedua, membatasi kenaikan suhu rata-rata global 1.5 derajat celcius dibandingkan masa pra industri. Target yang terakhir merupakan tuntutan dari gerakan masyarakat sipil yang menginginkan keadilan iklim, suhu bumi tidak bisa dibiarkan melewati ambang batas 1.5 derajat celcius.