Senin 11 Jan 2021 14:01 WIB

Sosial Media Parler di Tengah Politik Amerika Serikat

Parler menjadi populer di kalangan pendukung Presiden Donald Trump.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Seseorang mencoba mengakses akun aplikasi Parler di ponselnya, di Hialeah, Florida, AS, 10 Januari 2021. Setelah Apple dan Google menghapus Parlour dari toko mereka, Amazon memberi tahu Parler bahwa itu akan memutus jaringan sosial dari cloud hostingnya layanan Amazon Web Services.
Foto:

Pendekatan proaktif baru dari perusahaan teknologi tersebut juga memberikan keuntungan bagi Trump di hari-hari pemerintahannya yang semakin memudar. Bahkan ketika dia menghadapi potensi pemakzulan lainnya, Trump diperkirakan akan mencoba memicu kemarahan di Twitter, Facebook dan lainnya pekan ini, yang berpotensi sebagai landasan untuk bersaing dengan Silicon Valley secara langsung, ketika dia meninggalkan Gedung Putih. Setelah ia dilarang di Twitter, Trump mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia akan melihat kemungkinan membangun platform sendiri dalam waktu dekat.

Seorang pengacara untuk American Civil Liberties Union, Ben Wizner mengatakan dapat dimengerti bahwa tidak ada perusahaan yang ingin dikaitkan dengan “pidato penolakan” yang mendorong pelanggaran Capitol. Tapi ia mengatakan situasi Parler meresahkan.

Wizner mengatakan itu karena Apple dan Google menghapus Parler dari toko aplikasi mereka. Sementara, langkah Amazon menghentikan hosting webnya dianggap melampui apa yang Twitter atau Facebook lakukan ketika mereka membatasi akun pengguna atau unggahan.

“Saya pikir kita harus menyadari pentingnya netralitas ketika kita berbicara tentang infrastruktur internet,” kata Wizner.

Dalam pernyataan sebelumnya, Apple, Amazon dan Google mengatakan mereka telah memperingatkan Parler tentang unggahan kekerasan di situsnya. Sayangnya, peringatan itu tidak cukup untuk menghapus konten-konten kekerasan secara konsisten. Perusahaan mengatakan mereka membutuhkan situs seperti Parler untuk menegakkan aturannya secara sistematis. Mereka menolak berkomentar lebih lanjut pada Ahad (10/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement