Jumat 18 Dec 2020 17:58 WIB

Cara Virus Corona Memengaruhi Kinerja Otak

Protein lonjakan pada virus bisa melewati jembatan yang menghubungkan darah dan otak.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah studi menunjukkan bahwa banyak orang yang terinfeksi virus corona jenis baru (COVID-19) menderita efek kognitif. Para peneliti mengungkapkan virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), seperti banyak virus sebelumnya adalah ‘berita buruk’ bagi otak.

Dalam studi yang diterbitkan pada 16 Desember lalu di Nature Neuroscience, ditemukan bahwa protein lonjakan, yang sering digambarkan sebagai ‘lengan merah’ virus, dapat melewati sawar (jembatan) darah-otak pada tikus.  

Baca Juga

Itu menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat memasuki otak. Protein lonjakan yang sering disebut sebagai S1 menentukan sel mana yang dapat memasuki virus.

Biasanya, virus melakukan hal yang sama dengan protein pengikatnya. Penulis utama studi, William A. Banks mengatakan protein pengikat seperti S1 biasanya dengan sendirinya menyebabkan kerusakan karena terlepas dan menyebabkan peradangan.

“Protein S1 kemungkinan menyebabkan otak melepaskan sitokin dan produk inflamasi,” ujar Banks, dilansir Medical Xpress, Jumat (18/12).

Di kalangan sains, peradangan hebat yang disebabkan oleh infeksi COVID-19 disebut dengan badai sitokin. Sistem kekebalan bereaksi berlebihan dalam upayanya untuk membunuh virus yang menyerang.

Orang yang terinfeksi mungkin mengakami 'kabut otak', kelelahan dan masalah kognitif lainnya. Banks dan tim peneliti melihat reaksi ini terhadap virus HIV dan ingin melihat apakah hal yang sama terjadi pada SARS-CoV-2.

Banks mengatakan protein S1 pada SARS-CoV2 dan protein gp 120 pada HIV-1 berfungsi serupa. Ini adalah glikoprotein, protein yang mengandung banyak gula, ciri khas protein yang mengikat reseptor lain.

Kedua protein itu berfungsi sebagai lengan dan tangan untuk virus, yang meraih reseptor lain. Keduanya melintasi sawar darah-otak, dan S1, seperti gp120, yang kemungkinan besar beracun bagi jaringan otak.

“Itu seperti déjà vu,” jelas Banks, yang telah melakukan penelitian ekstensif pada HIV-1, gp120, dan sawar darah-otak.

Laboratorium mempelajari sawar darah-otak pada Alzheimer, obesitas, diabetes, dan HIV. Studi tersebut dapat menjelaskan banyak komplikasi dari COVID-19.

Banks mengatakan para peneliti menemukan bahwa ketika terkena COVID-19, Anda mengalami kesulitan bernapas. Hal itu karena ada infeksi di paru-paru. Namun, penjelasannya adalah bahwa virus memasuki pusat pernapasan otak dan menyebabkan masalah di sana juga.

Banks lebih lanjut mengatakan banyak efek yang ditimbulkan oleh COVID-19. Ini disebabkan virus yang dapat memasuki otak dan efek tersebut bisa bertahan untuk waktu yang sangat lama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement