Rabu 16 Dec 2020 12:40 WIB

Mutasi Virus Corona Jenis Baru Ditemukan di Inggris

Mutasi baru tampaknya menyebar dengan cepat di Inggris.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Penyebaran Virus Corona.
Foto: MgIT03
Ilustrasi Penyebaran Virus Corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Otoritas kesehatan mengumumkan mutasi virus corona baru yang telah ditemukan di Inggris. Jenis ini tampaknya menyebar dengan cepat di beberapa bagian Inggris.

Tidak jelas apakah mutasi telah mengubah perilaku virus dengan cara apa pun. Menteri Kesehatan Matt Hancock mengatakan tidak ada yang menyebut mutasi menyebabkan COVID-19 yang lebih buruk atau bahwa vaksin mungkin tidak bekerja melawannya. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami tingkat keparahan mutasi.

Baca Juga

Dia mengatakan bahwa setidaknya 60 otoritas lokal yang berbeda telah mencatat COVID-19 yang disebabkan oleh mutasi virus corona baru. Tidak ada yang menyebut bahwa mutasi baru menyebabkan kasus COVID-19 lebih buruk atau vaksin tidak lagi berfungsi.

Inggris telah memberi tahu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para ilmuwan sedang melakukan studi terperinci mengenai hal tersebut. "Saat ini kami telah mengidentifikasi lebih dari 1.000 kasus dengan varian ini terutama di Inggris Selatan, meskipun kasus telah diidentifikasi di hampir 60 wilayah otoritas lokal yang berbeda," ujar Hancock dalam pernyataan kepada parlemen Inggris.

Hancock mengatakan belum diketahui sejauh mana, karena itu adalah varian baru. Tetapi apapun penyebabnya, tindakan cepat dan tegas penting dilakukan untuk mengendalikan penyakit saat vaksin diluncurkan.

Mutasi, yang belum memiliki nama resmi pada saat ini, diidentifikasi di London, Kent, Essex, dan Hertfordshire. Kepala Petugas Medis Inggris Chris Whitty mengatakan mutasi tersebut masih dapat dideteksi dengan tes saat ini.

Sementara peneliti telah mengidentifikasi mutasi baru ini, tidak jelas apa yang berubah atau apakah perilaku virus mungkin telah diubah. Mutasi yang dikembangkan virus tidak selalu akan menguntungkan patogen. Para ilmuwan memperingatkan bahwa masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang tingkat keparahan mutasi.

Peneliti vaksin juga akan mewaspadai mutasi virus corona jenis baru yang terkenal ini, untuk menentukan apakah vaksin yang dikembangkan masih dapat efektif melawan strain baru.

Mutasi adalah bagian dari evolusi alami virus. Dilansir BGR, semakin parah suatu virus bermutasi, kampanye vaksinasi yang mungkin kurang efektif. Inilah mengapa vaksinasi flu tidak selalu berhasil dan mengapa orang mungkin membutuhkan vaksin baru setiap tahun.

Sejauh ini, virus corona jenis baru jauh lebih stabil terkait dengan upaya vaksin. Awal pekan ini, perusahaan farmasi Pfizer dan BioNTech mengumumkan bahwa vaksin yang dikembangkan telah efektif melawan setidaknya 19 versi virus.

Para ahli genetika telah melacak mutasi SARS-CoV-2 sejak genom novel coronavirus dirilis pada awal 2020. Sejak itu, hanya ada satu mutasi yang signifikan, meski tetap ada beberapa kekhawatiran.

Kabar baik yang sejauh ini didapatkan adalah semua kandidat vaksin saat ini, termasuk yang berhasil dalam uji coba fase ketiga telah diuji terhadap mutasi dominan yang muncul di awal pandemi. Tetapi ketika vaksinasi telah dimulai di Inggris dan Amerika Serikat (AS), para peneliti dari Inggris melaporkan jenis virus corona jenis baru yang menyebar dengan cepat di beberapa wilayah negara itu.

Mutasi D614G, yang berasal dari China, bertanggung jawab atas status pandemi COVID-19 saat ini. Mutasi itu membuat virus lebih menular tetapi tidak lebih mematikan. Ini yang menjelaskan perbedaan antara wabah COVID-19 di Eropa dan Amerika pada Maret dan April dan wabah di Wuhan pada Januari dan Februari.

Mutasi D614G mengambil alih dunia dan kemudian menemukan jalannya kembali ke Asia, memicu gelombang infeksi baru. Kemudian muncul kekhwatiran atas penyebaran COVID-19 yang berasal dari cerpelai di Denmark pada awal November.

Para pejabat mengumumkan rencana untuk memusnahkan jutaan hewan setelah menemukan bahwa virus corona jenis baru bermutasi di cerpelai dan kemudian menginfeksi kembali manusia. Jenis itu mungkin kebal terhadap vaksin, bahkan dapat menyebabkan pandemi baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement