Senin 16 Nov 2020 08:35 WIB

Relawan Vaksin Pfizer Merasa Seperti Mabuk Berat

Relawan lain membandingkan efek samping vaksin Pfizer dengan vaksin flu.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Tampak ampul dengan BNT162b2, isi kandidat vaksin Covid-19 yang berbasis mRNA buatan perusahaan farmasi Jerman Biontech. Vaksin yang dibuat juga bersama dengan Pfizer ini disebut 90 persen efektif.
Foto: EPA-EFE/BIONTECH SE
Tampak ampul dengan BNT162b2, isi kandidat vaksin Covid-19 yang berbasis mRNA buatan perusahaan farmasi Jerman Biontech. Vaksin yang dibuat juga bersama dengan Pfizer ini disebut 90 persen efektif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sukarelawan pertama yang mendapatkan vaksin Covid-19 Pfizer menceritakan rasa "mabuk berat" yang dialaminya setelah mendapat suntikan. Sementara itu, relawan lain dari 43.500 orang yang mendapat suntikan Covid-19 membandingkan efek sampingnya dengan vaksin flu, termasuk sakit kepala dan nyeri otot.

Pfizer mengungkapkan, temuan uji coba klinis utamanya menunjukkan bahwa suntikan vaksin lebih dari 90 persen efektif dalam mencegah infeksi pembunuh. Relawan percobaan, Glenn Deshields (44 tahun), dari Austin, Texas, AS membandingkan efek samping vaksinasi dengan rasa “mabuk parah.” Akan tetapi, ia mengaku bahwa gejalanya cepat hilang.

Baca Juga

Relawan lainnya, Carrie (45 tahun), dari Missouri mengatakan, dia mengalami sakit kepala, demam, dan nyeri tubuh, setelah vaksinasi pertama pada September lalu. Dibandingakan dengan suntikan flu, efek samping suntikan vaksin dosis kedua pada bulan lalu itu, menurut Carrie, lebih buruk.

Dalam masa uji coba ini, para relawan tidak tahu apakah mereka menerima vaksin atau plasebo. Namun, Carrie yang bekerja di bidang penerbitan, yakin diberi suntikan Covid-19 karena efek samping yang dialaminya.

Dikutip dari The Sun, Deshields juga menganggap sudah mendapatkan vaksin asli, setelah menderita gejala seperti mabuk usai vaksinasi. Dia kemudian menjadwalkan tes antibodi melalui dokternya dan hasilnya positif. Reaksi kekebalannya itu membuat dia yakin tentang vaksin tersebut.

Seorang insinyur dari Kota Roma di Georgia, Bryan, merasa "sedikit bangga" saat mendengar berita itu. Menjadi bagian dalam penelitian itu adalah hal yang dapat dia lakukan untuk membantu, karena banyak orang menderita virus di Amerika.

Bryan yakin dia diberi plasebo, karena tidak merasakan respons kekebalan. Setelah menerima suntikan kedua, dia positif Covid-19. Seluruh keluarga pria berusia 42 tahun itu akhirnya terinfeksi, tetapi semuanya sudah pulih.

Pfizer dan mitra vaksinnya BioNTech mengumumkan vaksin yang dikembangkannya lebih dari 90 persen efektif dalam melindungi orang dari infeksi SARS CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19. Sekretaris Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan, warga negaranya ditargetkan menjadi orang pertama di dunia yang menerima vaksin tersebut.

Regulator obat Inggris dapat menyetujui suntikan dalam beberapa hari setelah permohonan lisensi diajukan karena analisis data sudah bergulir. Hancock mengatakan, militer dan staf NHS bersiap meluncurkan vaksin dari awal Desember. Mereka akan bekerja tujuh hari seminggu dengan dukungan dokter umum, pusat vaksinasi baru, dan apoteker.

Namun, Hancock memperingatkan ada banyak kendala yang harus diatasi sebelum tugas besar vaksinasi bisa dimulai. Misalnya, mendapatkan persetujuan peraturan untuk vaksin Pfizer / BioNTech baru dan penilaian data keamanannya. Setelah mendapat lampu hijau, para lansia, staf kesehatan, dan perawatan menjadi yang pertama di antrean. Meskipun demikian, kebanyakan orang tidak akan mendapatkan vaksinasi hingga 2021.

Apakah vaksin dapat tersedia sebelum perayaan Natal? Hancock mengatakan hal itu sangat mungkin karena klinik vaksinasi akan dibuka pada hari libur dan akhir pekan.

Hancock mengatakan, Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA) bekerja sama dengan Pfizer dan AstraZeneca mengumpulkan informasi seiring kemajuan uji klinis. Kepada program BBC Radio 4, dia mengatakan, MHRA yang merupakan salah satu regulator medis terbaik di dunia telah bekerja sama dengan perusahaan Pfizer dan AstraZeneca untuk bisa melihat data tinjauan bergulir.

Hancock mengatakan, akses itu membuat regulator dapat membuat keputusan tentang apakah vaksin aman secara klinis, bukan semata klaim perusahaan. Dia mengatakan, vaksin Oxford lebih mudah digunakan daripada Pfizer, yang perlu disimpan pada suhu -70 derajat Celsius.

Sebelumnya, Hancock mengatakan, para ahli perlu melihat data keamanan lengkap Pfizer. Dia tidak akan menyetujui vaksin sampai menjalani semua pemeriksaan keamanannya.

Hancock mengatakan, setelah vaksin tersedia, maka segera disebar melalui rumah perawatan, dokter umum, apotek, serta pusat vaksinasi yang didirikan di tempat-tempat, seperti gedung olahraga. Saat ini, terdapat lebih dari 200 kandidat vaksin virus corona yang sedang diuji di seluruh dunia, sekitar 40 di antaranya sedang menjalani uji klinis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement