REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pasien yang selamat dari COVID-19 berisiko mengalami kerusakan mental. Dalam kasus terburuk memicu penurunan kognitif setara dengan penuaan 10 tahun atau kehilangan 8,5 poin IQ. Hal ini menurut sebuah studi baru oleh Imperial College London.
Fenomena ini disebut sebagai "Kabut otak". Fenomena ini dilaporkan banyak dialami penyintas COVID-19 dalam beberapa bulan setelah sembuh dari penyakit itu. Bahkan dikhawatirkan bisa menjadi gejala cacat kognitif yang lebih serius, menurut penelitian terhadap 84.285 orang.
Imperial College London menemukan kerusakan otak yang dialami penyintas berbeda-beda tergantung tingkat keparahan penyakitnya. Hingga saat ini peneliti belum bisa memastikan berapa lama efek tersebut bertahan.
Pasien yang terkena dampak terburuk seperti mereka yang membutuhkan ventilator atau dirawat dalam perawatan intensif bisa mengalami penurunan IQ 8,5 poin, setara dengan penuaan 10 tahun.
Kepala studi ini Adam Hampshire memperingatkan bahwa hasil yang "mengejutkan" tidak hanya berlaku untuk pasien yang dirawat di rumah sakit. Orang yang pulih setelah perawatan di rumah mengalami defisit rata-rata yang setara dengan penuaan lima tahun atau penurunan 4 poin IQ.
"Secara nyata, ini adalah perbedaan yang cukup besar sehingga sebagai individu Anda akan melihat dampaknya pada kemampuan untuk menangani pekerjaan normal dan kehidupan sehari-hari Anda," kata Hampshire dilansir dari Arab News pada Kamis (29/10).
"Hasilnya selaras dengan 'kabut otak' yang dilaporkan oleh banyak orang yang, bahkan berbulan-bulan setelah pemulihan, mengatakan mereka tidak dapat berkonsentrasi pada pekerjaan atau fokus seperti sebelumnya," lanjut Hampshire.
Hasil studi tersebut kemungkinan akan semakin mengalihkan perhatian publik dan dunia medis pada efek jangka panjang tertular COVID-19. Adapun gejala paling umum yang dilaporkan ialah kelelahan dan kelelahan kronis.