Cara mengukur alam semesta
Keberadaan energi gelap muncul dari teori yang mengatakan bahwa alam semesta mengembang semakin cepat. Untuk mengetahui hal ini secara pasti, astronom harus mengukur pemuaian alam semesta.
Metode pengukuran alam semesta terdengar seolah mudah. Bruno Leibundgut menjelaskan cara peneliti mengukur alam semesta dengan lilin sebagai contoh.
Pertama-tama, dua lilin diletakkan pada jarak yang berbeda dari tempat pengamatan. Sebenarnya, intensitas cahaya kedua lilin selalu sama. Tapi jika kita mengukur lilin yang jauh, tampak intensitas terangnya tidak sekuat lilin yang dekat dengan kita.
“Metode ini juga bisa kita gunakan dalam astronomi, yaitu dengan menggunakan dua objek yang intensitas cahayanya selalu sama. Dalam hal ini: sejumlah supernova, atau ledakan besar sebuah bintang. Jika terangnya berkurang, kita tahu, bahwa letaknya lebih jauh. Dengan demikian, kita bisa mengukur alam semesta dan tingkat kecepatan ekspansinya,“ ujar Bruno Leibundgut.
Jadi bintang-bintang yang meledak menunjukkan perluasan yang lebih cepat. Penyebabnya sendiri adalah energi gelap. Karena intensitas cahayanya yang konstan, obyek langit ini disebut Standardkerzen atau lilin standar.
Apakah alam semesta memuai semakin cepat?
Publikasi terbaru yang menentang percepatan teori ekspansi alam semesta dan keberadaan energi gelap mengatakan, prinsip lilin standar tidak berfungsi. Katanya, supernova yang berjarak jauh terlalu lemah. Tim Bruno Leibundgut berpendapat, hal itu tidak benar.
Salah satu masalah yang mereka lihat pada publikasi baru adalah sampel yang hanya diambil dari 30 objek. Sebagai perbandingan, tim Bruno Leibundgut telah menggunakan 1.000 supernova sebagai bahan penelitian.
Jadi hasil penelitian hanya disimpulkan dari sejumlah kecil supernova yang patut dipertanyakan. Kecilnya jumlah sampel ini menjadi sumber keraguan.
Selain itu, publikasi baru ini menyalahi bidang lain kosmologi. Tim Bruno Leibundgut juga memiliki berbagai perhitungan dalam kosmologi yang sepenuhnya independen dan tidak hanya berdasar pada supernova. Perhitungan-perhitungan tersebut juga bertentangan dengan publikasi baru ini.
Salah satu perhitungan tersebut adalah sesuatu yang disebut sebagai radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis. Hal ini diibaratkan sebagai desiran di alam semesta. Dua pakar fisika, Wilson dan Penzias, menemukan radiasi ini pada tahun 1964 secara kebetulan ketika melakukan eksperimen dengan antena.
Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis yang terlihat sekarang adalah sisa dentuman besar bersuhu tinggi yang kita juga kenal dengan nama bigbang. Awalnya, alam semesta sangat panas. Suhu radiasi kemudian menurun akibat pemuaian alam semesta dan sekarang hanya bisa diukur sebagai radiasi termal. Radiasi ini tidak bisa dilihat.
Misalnya, seperti kompor induksi panas. Suhunya tinggi, tapi kita tidak bisa melihatnya. Hal ini merupakan sebuah masalah. Namun, kita tetap bisa menunjukkan, bahwa permukaan induksi tersebut panas dengan meneteskan air. Ketika meneteskan air ke atas permukaan panas, perilaku air yang berbeda akan menunjukkan keadaan suhu, sehingga suhu tinggi jadi terlihat.
Tahun 2009 satelit Planck ditempatkan di orbitnya. Satelit ini bisa dengan tepat mengukur radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis. Radiasi ini memberikan banyak informasi tentang fase-fase awal alam semesta dan juga tingkat ekspansinya. Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis ini bisa dianggap sebagai saksi bisu ekspansi alam semesta.
Pada tahun ini pula, sejumlah data pengukuran yang diambil satelit Planck akan diteliti dan dinilai. Data-data ini akan menjadi petunjuk tambahan yang merupakan kunci dalam silang pendapat, apakah alam semesta mengembang semakin cepat, atau tidak.