REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian astronomi menegaskan teori, alam semesta terus mengembang. Namun, sebuah keraguan baru terhadap tesis ini muncul. Ini menentang keberadaan “energi gelap” yang menjadi pengikat semua hal.
Energi gelap adalah istilah yang sering didengar dalam penelitian kosmologi dan astronomi. Kebanyakan pakar astronomi berpegang pada teori keberadaan energi gelap yang menjadi basis penting dalam penelitian alam semesta.
Alam semesta semakin membesar seiring waktu bukanlah sesuatu yang baru. Di akhir tahun 1990-an, sebuah penelitian mengungkapkan hal baru yang mengejutkan tentang kosmos. Alam semesta tidak hanya membesar, ia membesar dengan semakin cepat.
Penyebab dari percepatan ini adalah energi gelap itu yang mendorong galaksi-galaksi semakin terpisah, menjauh satu sama lain.
Namun, baru-baru ini hasil penelitian terkait percepatan pengeembangan alam semesta ini disangkal oleh tiga pakar astronomi berbeda. Dalam sebuah studi baru yang dipublikasikan di Jurnal Astrofisik pada awal tahun 2020, peneliti asal Korea, Young-Wook Lee dari Universitas Yonsei mengungkapkan bahwa alam semesta tidak membesar semakin cepat. Hal ini berarti energi gelap juga tidak ada.
Di pusat European Southern Observatory atau ESO di Garching, Jerman, salah satu penelitinya, Bruno Leibundgut, membantah hasil penelitian Young-Wook Lee. Sebagai pendukung tesis energi gelap, ia menjelaskan bahwa masalah ini bukan sekedar pengamatan yang salah akan alam semesta.
“Semua model penghitungan kosmologi yang kita ketahui menunjukkan percepatan ekspansi alam semesta. Sekarang sebuah tesis baru berkata bahwa itu salah. Jika model kosmologi yang selama ini kita miliki terbukti salah, artinya kita harus mulai lagi semuanya dari awal,“ ujar Burno Leibundgut.
Jika pengukuran baru ini benar, bagian-bagian alam semesta juga berarti berbeda dari apa yang selama ini telah dipahami.
Bagian-bagian alam semesta
Menurut pengetahuan sejauh ini, alam semesta terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama adalah materi kasat mata alias yang bisa dilihat, seperti bintang-bintang dan galaksi. Tapi materi ini volumenya hanya 5 persen dari seluruh massa semesta.
Seharusnya, galaksi-galaksi yang berputar pada porosnya ini terdorong untuk saling menjauh. Bagian kedualah dari alam semesta yang mencegah hal tersebut, yakni sesuatu yang disebut materi gelap.
Materi ini adalah sesuatu yang tidak terlihat dan mencegah galaksi-galaksi untuk memisahkan diri satu sama lain. Sekitar seperempat alam semesta terdiri dari materi gelap.
Bagian ketiga dan terbesar dari alam semesta adalah apa disebut sebagai energi gelap. Energi ini disebut "gelap" bukan karena warnanya, melainkan karena statusnya yang tidak diketahui secara pasti.
Kebanyakan orang awam akan sulit membedakan antara materi gelap dan energi gelap. Perbedaan paling utama adalah perannya di alam semesta.
Materi gelap bekerja sebagai tenaga tak terlihat yang mengerat galaksi-galaksi. Energi gelap, sebagai bagian yang jauh lebih dominan, mengeluarkan gaya tolak semacam anti-gravitasi yang mendorong ekspansi alam semesta yang semakin cepat.
Energi gelap sendiri memiliki sejarah awal yang panjang. Akhir tahun 1920-an pakar astronomi Amerika Serikat, Edwin Hubble memperkenalkan teorinya mengenai alam semesta yang terus mengembang. Semakin jauh dari pusatnya, semakin cepat pula pergerakannya.
Selanjutnya penelitian pada tahun 1998 mengemukakan dua teori, yaitu ekspansi semesta yang semakin cepat dan energi gelap yang membuat alam semesta memuai. Untuk penemuan itu, pada tahun 2011, tiga pakar fisika Saul Perlmutter, Brian Schmidt dan Adam Riess mendapat hadiah Nobel Fisika.
Meski demikian, energi gelap masih menjadi tanda tanya besar yang belum sepenuhnya dipecahkan oleh para astronom.
sumber: https://www.dw.com/id/apakah-energi-gelap-benar-ada/a-55255571