REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Studi baru yang diterbitkan pekan ini di jurnal Nature Climate Change mendukung prediksi bahwa Kutub Utara akan menjadi lautan bebas es pada tahun 2035. Temperatur tinggi di Kutub Utara selama interglasial terakhir yaitu periode hangat sekitar 127 ribu tahun yang lalu, telah membingungkan para ilmuwan selama beberapa dekade.
Interglasial adalah periode masa ketika lapisan es hanyut dari kedua daerah kutub yang tertutup es dan terjadi perubahan iklim dengan meningginya permukaan laut. Sekarang model iklim Hadley Center Kantor Meteorologi Inggris memungkinkan tim peneliti internasional untuk membandingkan kondisi es laut Arktik selama interglasial terakhir dengan saat ini.
Dilansir di Heritage Daily, Selasa (11/8), disebutkan bahwa temuan mereka penting untuk meningkatkan prediksi perubahan es laut di masa depan.
Selama musim semi dan awal musim panas, genangan air dangkal terbentuk di permukaan es laut Kutub Utara. 'Kolam leleh' ini penting untuk mengetahui seberapa banyak sinar matahari yang diserap oleh es dan seberapa banyak yang dipantulkan kembali ke angkasa.
Model Hadley Center baru adalah representasi fisik iklim Bumi yang paling canggih di Inggris Raya. Ini juga merupakan instrumen penting untuk penelitian iklim serta menggabungkan es laut dan kolam lelehan.
Menggunakan model untuk melihat es laut Arktik selama interglasial terakhir, tim menyimpulkan bahwa dampak sinar matahari musim semi yang intens menciptakan banyak kolam yang mencair. Ini memainkan peran penting dalam pencairan es laut. Simulasi masa depan menggunakan model yang sama menunjukkan bahwa Arktik mungkin menjadi lautan bebas es pada tahun 2035.
Penulis utama studi bersama Dr Maria Vittoria Guarino, Earth System Modeller di British Antarctic Survey (BAS), mengatakan bahwa temperatur tinggi di Kutub Utara telah membingungkan para ilmuwan selama beberapa dekade. Ilmuwan tertantang untuk mengungkap misteri ini secara teknis dan ilmiah.
"Untuk pertama kalinya, kita bisa mulai melihat bagaimana Arktik menjadi lautan bebas es selama interglasial terakhir. Kemajuan yang dibuat dalam pemodelan iklim berarti kami dapat membuat simulasi yang lebih akurat dari iklim masa lalu Bumi, yang pada gilirannya memberi kami keyakinan yang lebih besar dalam prediksi model untuk masa depan," kata Guarino.
Dr Louise Sime, ketua kelompok kelompok Palaeoclimate dan penulis utama bersama di BAS, mengatakan bahwa tim peneliti mengetahui Arktik sedang mengalami perubahan signifikan saat Bumi menghangat. Dengan memahami apa yang terjadi selama periode hangat terakhir Bumi, kita berada dalam posisi yang lebih baik untuk memahami apa yang akan terjadi di masa depan.
"Prospek hilangnya lautan es pada tahun 2035 seharusnya benar-benar memfokuskan semua pikiran kita untuk mencapai dunia rendah karbon secepat mungkin secara manusiawi," jelas Dr Sime.
Dr David Schroeder dan Prof Danny Feltham dari University of Reading, mengembangkan dan memimpin penerapan skema kolam lelehan dalam model iklim. "Ini menunjukkan betapa pentingnya proses es laut seperti kolam yang mencair di Arktik, dan mengapa sangat penting untuk dimasukkan ke dalam model iklim." kata Dr Schroeder.